Suara.com - Penelitian dari Julien Louys dari Griffith University dan Patrick Roberts dari Max Planck Institute menemukan bahwa perubahan lingkungan dari sabana menjadi hutan tropis membuat binatang-binatang rakasasa di Asia Tenggara punah. Berikut paparan mereka:
Membayangkan Asia Tenggara saat ini mungkin akan langsung terlintas hutan hujan tropis yang lebat dengan hewan ikonik seperti orang utan, harimau, dan monyet.
Namun, ada hewan-hewan bertubuh besar lainnya yang mungkin kurang terkenal, tapi sama pentingnya bagi ekosistem, seperti serow (mirip kambing), goral, 3 spesies badak Asia, dan satu-satunya spesies tapir masih tinggal di “Dunia Lama”.
Makhluk ini bersama-sama membentuk megafauna Asia Tenggara, kedua setelah Afrika soal keanekaragaman.
Kedua ekosistem kontinental ini merupakan sisa terakhir dari dunia yang sebagian besar telah punah - tempat raksasa pernah menjelajahi Bumi. Lalu, apa yang menyebabkan begitu banyak spesies megafauna punah?
Beberapa teori menunjukkan bahwa ini bisa karena manusia, perubahan iklim, atau keduanya yang membawa megafauna Asia Tenggara menuju kepunahan.
Namun, penelitian terbaru kami di Nature mengindikasikan bahwa naik turunnya sabana yang mendorong terjadinya kepunahan.
Punahnya megafauna Asia Tenggara
Asia Tenggara telah kehilangan banyak spesies mamalia besar selama periode Quarternary (periode keempat), dalam 2,6 juta tahun terakhir.
Baca Juga: Ditemukan: Pemicu Kiamat Akbar yang Musnahkan Hampir Seluruh Mahluk di Bumi
Spesies-spesies ini antara lain kera terbesar di dunia, Gigantopithecus, stegodon, makhluk mirip gajah, dan kerbau besar.
Kepunahan ini juga dialami oleh relasi terdekat manusia, yaitu Homo erectus dan Homo floresiensis (“Hobbit”) serta Homo luzonensis.
Spesies manusia terakhir yang tercatat dalam gen Asia Tenggara saat ini: Denisovan, yang kemungkinan tersebar di seluruh wilayah.
Berdasarkan studi sebelumnya, antagonis utama dalam kepunahan megafauna adalah manusia.
Beberapa berpendapat bahwa kedatangan manusia ke pulau-pulau baru selama lebih dari 60.000 tahun terakhir, – yang terlalu banyak berburu dan mengubah habitat – mendorong punahnya mamalia besar ini.
Para peneliti lain telah berpendapat bahwa perubahan iklim sebagai penyebab kepunahan megafauna.
Sementara, sebagian mengatakan keduanya, manusia dan iklim berpengaruh.
Wawasan tentang lingkungan pada masa lalu
Untuk penelitian ini, kami melihat perubahan lingkungan di Asia Tenggara selama 2,6 juta tahun terakhir untuk menjelaskan dampaknya terhadap kepunahan.
Kami menganalisis isotop yang stabil pada gigi mamalia yang ditemukan di wilayah saat ini, termasuk dari catatan fosil yang tersedia.
Isotop stabil adalah bentuk non-radioaktif dari berbagai elemen.
Isotop yang stabil pada karbon dan oksigen diawetkan dalam gigi mamalia mencatat informasi penting tentang jenis tumbuhan apa yang dimakan hewan tersebut dan seberapa basah lingkungan mereka.
Karbon isotop yang stabil membantu dalam mencatat apakah hewan tersebut sebagian besar memakan daun dan buah-buahan dari hutan atau rumput di tempat yang lebih terbuka.
Ini memungkinkan kami mengidentifikasi perubahan lingkungan dari waktu ke waktu.
Hutan yang berubah-ubah
Selama 1,5 juta tahun pertama atau pada masa Pleistosen (zaman geologi yang berlangsung dari sekitar 2.580.000 hingga 11.700 tahun yang lalu), bagian utara Asia Tenggara sebagian besar adalah hutan dan bagian selatan adalah hutan atau padang rumput.
Sekitar 1 juta tahun lalu, hutan mulai menyusut di mana-mana di wilayah tersebut dan padang rumput mulai mendominasi.
Bersamaan dengan perubahan tersebut, hewan-hewan besar yang beradaptasi dengan hutan, seperti Gigantopithecus, dan panda besar relatif menghilang dari wilayah utara Asia Tenggara.
Lalu, 400.000 tahun yang lalu, Paparan Sunda Asia Tenggara mulai tenggelam dan siklus iklim berubah. Akibatnya, kondisi hutan kembali pulih. .
Waktu bersamaan, makhluk yang beradaptasi dengan padang ruput memenuhi wilayah tersebut, termasuk hyena (anjing hutan) raksasa, stegodon, bovid, dan Homo erectus mulai menghilang, – dan punah di pengujung era Pleistosen.
Sisanya, berpindah ke hutan hujan.
Selama belasan ribu tahun terakhir, kami melihat bukti pertama hutan hujan bertingkat dan tertutup di Asia Tenggara. Ini telah mendominasi wilayah tersebut selama 20.000 tahun atau lebih.
Spesies yang beradaptasi dengan hutan hujan seharusnya diuntungkan dengan kembalinya hutan hujan, namun satu penyelundup mengubah semuanya.
Homo sapiens merupakan satu-satunya spesies dalam pohon keluarga manusia yang berhasil beradaptasi dan mengeksploitasi hutan hujan.
Meskipun manusia tinggal di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara sejak 73.000 tahun lalu, mungkin saja hanya 10.000 tahun terakhir Homo sapiens mulai mengubah habitat dan memanfaatkan mamalia.
Dunia yang menghilang
Asia Tenggara terus melestarikan beberapa megafauna yang terancam punah di Bumi.
Megafauna khas padang rumput merupakan kehilangan terbesar akibat dari hilangnya sabana 400.000 tahun yang lalu. Saat ini, megafauna hutan hujan juga terancam punah.
Untungnya, nasib baik spesies kita sendiri berubah menjadi lebih baik dengan munculnya hutan tropis Asia Tenggara. Namun, kita sekarang menjadi ancaman yang dapat menghancurkan mereka selamanya.
Artikel ini sudah tayang di The Conversation.
Berita Terkait
-
Dua Pelari Muda Indonesia Pecah Podium di 200 Meter Kejuaraan Atletik Asia Tenggara 2025
-
Kejuaraan Atletik Asia Tenggara, Sumut Catatkan Rekor Baru
-
Presiden Seiko Epson Corporation ke Indonesia: Resmikan Showroom Solusi Terbesar Asia Tenggara
-
Dari Meme Kampus ke Jaringan Kreator Raksasa Asia Tenggara, Kok Bisa?
-
5 Perbedaan FIFA ASEAN Cup dengan Piala AFF yang Harus Fans Sepak Bola Ketahui
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
-
POCO M8 5G Lolos Sertifikasi di Indonesia, HP Murah Anyar dengan Baterai Jumbo
-
25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 November: Raih Glorious 107-115 dan Ribuan Gems
-
5 Rekomendasi Tablet Gaming Terbaik 2025, Performa Selevel Konsol
-
Honor Watch X5 Rilis sebagai Pesaing Redmi Watch: Harga Terjangkau dengan GPS
-
Rover NASA Temukan Batu Misterius di Mars, Diduga Berasal dari Luar Planet
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
POCO X8 Pro Siap Masuk ke Indonesia: Usung Chipset Kencang, Skor AnTuTu Tinggi
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Vivo X200T Muncul di Database IMEI, Pakai Kamera Zeiss