Suara.com - Salah satu variabel penting dalam kesuksesan cakupan vaksin COVID-19 adalah penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi yang telah dimulai pekan lalu. Makin banyak masyarakat yang bersedia divaksin, makin besar cakupannya.
Dalam 15 bulan ke depan, pemerintah Indonesia menargetkan lebih dari 180 juta orang (setara dengan 70% dari total penduduk) divaksin untuk melahirkan kekebalan masyarakat dalam menghadapi virus corona yang ganas itu.
Masalahnya, survei Kementerian Kesehatan Indonesia, WHO dan UNICEF yang dilaksanakan pada November 2020 dengan responden lebih dari 112 ribu menunjukkan hanya 64,8% yang bersedia divaksin. Lainnya, 7,6% menolak keras vaksinasi COVID dan 27,6% menyatakan tidak tahu.
Agar program vaksinasi ini berhasil, desain kampanye program vaksinasi massal gratis ini harus ditujukan kepada masyarakat yang menyatakan “tidak tahu alias ragu-ragu” itu, bukan pada masyarakat bersedia menerima vaksin.
Orang yang ragu-ragu tidak lantas menjadi yakin jika diancam dengan hukuman dan denda sehingga tidak tepat intervensinya dengan memaksa dan mengancam hukuman berupa denda bagi kelompok ini. Kelompok antivaksin garis keras yang konspiratif juga bukan target utama karena nyaris tidak mungkin mengubah pandangan irasional mereka mengenai vaksinasi.
Kita perlu memahami level-level keraguan masyarakat terhadap vaksin termasuk alasan mereka sehingga bisa menyusun kampanye yang tepat untuk mengubah pikiran dan sikap masyarakat yang dituju.
Level keragu-raguan terhadap vaksin
Sikap masyarakat awam terhadap vaksin tidak sesederhana mengkutub secara jelas antara pro-vaksin dan anti-vaksin.
Kepercayaan mereka terhadap manfaat vaksin merupakan rangkaian yang memiliki gradasi. Ada sebagian masyarakat yang menerima semua program vaksinasi dan idealnya meyakini kemanjurannya, sampai ada yang menolak total sama sekali meski vaksinnya tersedia (lihat gambar).
Baca Juga: Studi: Tunda Dosis Kedua Vaksin Covid-19 Bisa Picu Kemunculan Varian Baru
Sikap dan pengambilan keputusan seseorang untuk berpartisipasi pada program vaksinasi merupakan masalah yang kompleks karena berkelindan dengan permintaan dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Selain itu, fenomena ini sangat sensitif terhadap konteks, bervariasi antara waktu, tempat, dan jenis vaksinnya. Seseorang bisa saja menolak divaksin polio untuk anaknya misalnya, namun orang yang sama bersedia menerima untuk divaksin COVID-19.
Keputusan seseorang menolak vaksinasi tidak seluruhnya dilandasi alasan yang tidak masuk akal atau bahkan konspiratif. Misalnya, dari survei Kementerian Kesehatan itu, di kelompok yang menolak sama sekali vaksin (7,6%), mayoritas dari responden (52%) berencana menolak vaksinasi COVID-19 karena tidak yakin atas keamanan dan kemanjurannya.
Alasan mereka sangat masuk akal, mengingat survei ini dilakukan pada November 2020, sebelum ada vaksin COVID-19 yang dinyatakan aman dan manjur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Begitu izin penggunaan darurat sudah turun, logikanya, proporsi yang menolak seharusnya semakin mengecil.
Alasan menerima vs menolak
Secara psikologis, 5C yakni confidence (keyakinan), complacency (kelengahan), convenience(kenyamanan), calculation (hitungan manfaat versus kerugian), dan collective responsibility (tanggung jawab bersama) mempengaruhi keputusan seseorang menolak atau menerima vaksin.
Berita Terkait
-
Profil Carina Joe, Pahlawan Vaksin Covid-19 Raih Bintang Jasa Utama dari Presiden Prabowo
-
CEK FAKTA: Joe Biden Terserang Kanker Gara-gara Vaksin Covid-19, Benarkah?
-
Trump Tunjuk Aktivis Anti-Vaksin Robert F. Kennedy Jr. Jadi Menteri Kesehatan!
-
Seorang Dokter di Inggris Coba Bunuh Pasangan Ibunya dengan Vaksin COVID-19 Palsu!
-
Pesta Seks Selama Pandemi dan Kebohongan Vaksin Covid-19, Dokter di New York Terancam Penjara!
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Indosat Lebarkan Sayap Hadirkan Solusi Berteknologi AI ke Bisnis Ritel : One Stop Solution
-
Presiden Seiko Epson Corporation Resmikan PIN Experience Center, Showroom Terbesar di Asia Tenggara
-
5 Tablet Harga di Bawah Rp3 Juta yang Cocok untuk Anak Kuliahan, Spek Dijamin Gahar!
-
First Sale Xiaomi 15T Series di Jogja Meriah, Penggemar Bawa Pulang Beragam Hadiah Ekslusif
-
17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Oktober: 20.000 Gems dan Pemain 112-113 Menanti
-
Beda Oppo A6 Pro 4G vs 5G: Sama-sama HP Tangguh, Selisih Harga Sejuta
-
Pre Order Bulan Ini, Segini Harga iPhone 17 Series di Indonesia
-
Mengenal Shopee VIP, dari Biaya Langganan hingga Keuntungan Belanja Online
-
Yang Nyari HP Tahan Lama Tapi Tetap Keren, Nih Jawabannya: OPPO A6 Pro, HP Paling Worth-it Tahun Ini
-
SSD MagSafe Terbaru: Pertajam Kualitas Videografi Bagi Pengguna iPhone