Tekno / Internet
Rabu, 10 Desember 2025 | 13:24 WIB
Ilustrasi remaja bermain media sosial (Pexels)

Beberapa orang tua bahkan mengatakan terpaksa mengajari anak mereka cara menggunakan VPN atau metode lain untuk menghindari pembatasan. Bagi mereka, melarang anak menggunakan media sosial hanya akan menciptakan ketimpangan sosial di antara teman-teman sekolah.

Dari sisi anak-anak, sebagian menganggap larangan ini merugikan komunitas tertentu, seperti kelompok dengan minat khusus yang sangat bergantung pada ruang online untuk menemukan teman dan mendapatkan dukungan emosional. “Bagi sebagian orang, ini satu-satunya tempat mereka bisa berbicara dan mencari bantuan,” kata seorang remaja berusia 14 tahun

Pemerintah menegaskan bahwa transparansi menjadi bagian penting dari kebijakan ini. Inman Grant mengatakan pihaknya akan meminta laporan rutin dari setiap platform, termasuk jumlah akun yang telah dihapus, upaya mencegah pembuatan akun baru oleh pengguna di bawah umur, serta data terkait penyalahgunaan atau pelanggaran. Semua informasi tersebut akan dipublikasikan.

Selain itu, sebuah tim akademis independen akan mengevaluasi dampak larangan ini dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Mereka akan menilai apakah anak-anak tidur lebih baik, lebih sering berolahraga, lebih banyak membaca, hingga apakah penggunaan obat antidepresan menurun. Pemerintah juga ingin mengetahui apakah larangan ini justru mendorong remaja masuk ke “sisi gelap internet” atau menggunakan cara ilegal untuk menghindari pembatasan.

Platform seperti Snapchat mengingatkan remaja agar tidak membagikan nomor telepon mereka secara publik dalam upaya mempertahankan kontak dengan teman-teman sebelum akun mereka ditutup. 

Pemerintah juga telah menghubungi 15 platform tambahan yang belum masuk daftar awal untuk menilai apakah mereka seharusnya ikut memblokir pengguna di bawah umur. Yope dan Lemon8 termasuk di antara platform yang kini diperiksa.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

Load More