Suara.com - Baru-baru ini, aksi sweeping atau razia sekaligus penyitaan buku-buku yang disebut "tak sesuai" kembali terjadi. Yang terbaru dan masih hangat adalah aksi razia buku yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan diri ormas Brigade Muslim Indonesia (BMI) di Toko Buku Gramedia Makassar.
Dalam aksi razia yang kemudian video pernyataan penyitaannya viral di internet tersebut, antara lain diklaim bahwa buku-buku yang dirazia dan disita adalah buku-buku yang tidak diperbolehkan beredar, atau dengan kata lain "buku terlarang".
Namun, terlepas dari apakah benar buku-buku tersebut terlarang menurut peraturan perundang-undangan yang resmi atau tidak, aksi razia dan sweeping buku itu sendiri sudah memancing banyak komentar --terutama respons negatif-- dari khalayak. Apalagi terkait informasi bahwa yang melakukan razia adalah massa dari ormas tertentu, bukan aparat hukum.
Sehubungan itu, Suara.com coba meminta tanggapan sekaligus pandangan dari salah seorang Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara. Berikut petikan wawancara singkat dengan pria kelahiran Cilacap, 26 April 1975 ini.
Beberapa waktu lalu sekelompok massa dari Brigade Muslim Indonesia (BMI) merazia buku-buku --yang disebut berisikan ajaran-- Marxisme dan Leninisme di toko buku Gramedia Makassar. Sebelumnya, hal yang sama juga terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Apakah aksi itu dapat dibenarkan?
Aksi merazia buku di toko buku Gramedia Makassar dan sweeping buku berbau komunis di Probolinggo itu tidak dapat dibenarkan. Karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa merazia, menyensor, melarang atau menyita, harus melalui keputusan pengadilan. Jadi tidak ada yang boleh merazia buku tanpa keputusan pengadilan, termasuk penegak hukum.
Apakah aksi razia buku itu melanggar hukum dan dapat dipidana?
Aksi merazia buku oleh kelompok BMI itu adalah tindakan pidana, karena ada unsur pemaksaan di sana. Seseorang atau sekelompok orang yang mengambil paksa barang orang lain, itu tindakan pidana.
Apakah aksi sweeping buku Marxisme itu melanggar HAM?
Baca Juga: Semena-mena Razia Buku di Gramedia, Gubernur Sulsel Panggil Ormas BMI
Iya, tentu tindakan itu melanggar HAM. Khususnya melanggar hak warga untuk memperoleh pengetahuan. Mereka telah mengganggu kebebasan dan ketenangan warga lainnya untuk mengakses pengetahuan dari buku yang dijamin konstitusi.
Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi kasus razia buku ini? Apa yang perlu dilakukan? Simak penjelasannya di laman selanjutnya..!
Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi kasus razia buku ini? Apa perlu pemerintah lewat kepolisian mengambil tindakan hukum terhadap kelompok yang melakukan razia tersebut?
Pertama, pemerintah harus secara tegas menindak aksi semena-mena dan main hakim sendiri itu. Kedua, pemerintah harus memastikan tidak ada aparat, baik itu TNI maupun Polri, yang terlibat dalam aksi razia buku tersebut. Sebab, buku itu penting untuk pengetahuan. Jika tidak suka atau tidak sesuai dengan isinya, silakan dibedah dan dikritik melalui diskusi.
Diskusi sebuah teori atau ideologi itu perlu, untuk mengetahui sejauh mana relevansi ideologi itu. Sebagai diskusi, harusnya (itu) bebas dilakukan secara terbuka dalam ranah ilmiah.
Ketiga, pemerintah daerah harus mengembangkan iklim yang sejuk dalam memberi ruang diskusi di masyarakat. Misalnya, saya tidak setuju dengan paham kapitalisme. Maka untuk membedah itu saya perlu membaca teori sosialis, Marxisme, untuk mengetahui kapitalisme itu lebih dalam. Sebab kontradiksi kapitalisme adalah sosialisme dan Marxisme.
Lalu, bagaimana peran kampus dalam hal ini?
Saya kira kampus harus menjadi garda depan untuk membedah teori-teori sosial, kiri, ideologi-ideologi besar dunia, kritik ideologi, (dan) bagaimana mengkontekskannya di negara kita.
Apa sebenarnya motif BMI atau kelompok-kelompok intoleran melakukan aksi sweeping buku-buku Marxisme itu? Apakah itu terencana dan sistematis? Sebab, Ketua BMI mengaku melakukan razia melibatkan intel Kodim dan berkoordinasi dengan aparat?
Mau dengan intel Kodim, dengan aparat kepolisian, mereka tidak berhak dan berwenang melakukan razia buku tersebut.
Tapi kami belum menemukan indikasi aksi itu sistematis atau tidak. Tapi yang jelas, (bahwa) itu disengaja dan direncanakan, iya. Hanya memang polanya di setiap kejadian hampir sama: mereka berkoordinasi dengan aparat kepolisian, kemudian aparat membolehkan. Begitu polanya. Beberapa kali kejadian, polanya seperti itu.
Apa yang harus dilakukan pemerintah supaya kasus serupa tidak terulang di masa mendatang seperti yang sudah-sudah?
Saya kira polisi harus mengambil tindakan tegas. Tidak boleh ada lagi aksi-aksi main hakim sendiri seperti itu ke depan. Jika memenuhi unsur pidana dalam aksi razia buku kelompok BMI itu, polisi (harus) memprosesnya secara hukum.
Razia buku berbau Marxisme itu sebenarnya fenomena apa?
Aksi razia buku berbau faham-faham Marxisme dan komunisme itu (adalah) sebuah kemunduran di era digital sekarang ini. Sebab sekarang orang bebas menyebarkan berbagai macam ideologi, paham-paham apa saja, di dunia maya, internet. Orang kini bisa mengakses dan mencari ideologi apa saja di internet. Saya kira tindakan kelompok intoleran itu (merupakan) kemunduran cara berpikir.
Selain itu, dengan aksi razia buku Marxisme di toko buku itu, menimbulkan masalah lain, (yaitu) dapat mematikan bisnis percetakan buku dan merugikan penulis. Kalau aksi seperti itu masif terjadi, percetakan buku bisa gulung tikar dan menambah persoalan baru lagi. Padahal bisnis percetakan buku sekarang bukan bisnis yang untungnya besar dan cepat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- 3 Rekomendasi Mobil Keluarga 9 Seater: Kabin Lega, Irit BBM, Harga Mulai Rp63 Juta
Pilihan
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
Terkini
-
Transformasi Sarana Menara Nusantara dari 'Raja Menara' Menuju Raksasa Infrastruktur Digital
-
Tatang Yuliono, Bangun Koperasi Merah Putih dengan Sistem Top Down
-
Reski Damayanti: Mengorkestrasi Aliansi dalam Perang Melawan Industri Scam
-
Andi Fahrurrozi: Engineer Dibajak Timur Tengah saat Bisnis Bengkel Pesawat Sedang Cuan
-
Dewa Made Susila: Pasar Otomotif Sudah Jenuh, Saatnya Diversifikasi
-
Wawancara Khusus Jenderal Dudung: Buka-Bukaan Kontroversi KPR Prajurit TNI AD Rp586,5 Miliar
-
Nirwala Dwi Heryanto: Orang yang Jatuh Cinta Paling Mudah Kena Penipuan Mengatasnamakan Bea Cukai
-
Penuh Tantangan, Ketua KPU Beberkan Dinamika Pemilu 2024 hingga Polemik Pengadaan Private Jet
-
Wawancara Eksklusif: Bro Ron Lawan Kaesang dengan Politik 'Akar Rumput', Bukan Modal Duit
-
SVP Bullion Business BSI: Emas Tak Lagi Harus Disimpan di Rumah