Suara.com - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan target ekonomi makro dan kesejahteraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 akan lebih realistis, mengingat imbas negatif dari ketidakpastian ekonomi global masih mengancam.
Bambang menyampaikan, pengaruh dari prospek ekonomi global pada 2016 yang diyakini belum akan membaik signifikan.
"Kita memang harus sangat realistis dan jangan pasang target terlalu tinggi. Kalaupun (ada dampak) baik itu keuntungan bagi Indonesia," ujar Bambang di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Ketika pemerintah menyampaikan nota keuangan dan naskah RAPBN 2016 kepada DPR pada 14 Agustus 2015 lalu, sejumlah fraksi di parlemen menyatakan target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang dipatok 5,5 persen terlalu optimistis.
Selain itu, asumsi kurs sebesar Rp13.400 per dolar AS juga dinilai terlalu tinggi, mengingat derasnya tekanan-tekanan terhadap rupiah dari ancaman pelarian arus modal dan potensi perang kurs akibat devaluasi yang dilakukan sejumlah negara.
Menyikapi hal tersebut, Bambang mengatakan, target dan asumsi-asumsi makro lainnya, dapat saja mengalami revisi, karena pemerintah akan mempertimbangkan dinamika perekonomian global.
Hingga pekan pertama September 2015 ini, Bambang mengakui, negara-negara ekonomi maju pun masih sangat berhati-hati menyikapi perkembangan perekonomian global.
Dalam pertemuan antara negara-negara G-20 di Ankara, Turki, 3-6 September, Bambang menceritakan, mayoritas negara anggota meyakini prospek ekonomi global belum membaik di 2015. Sedangkan untuk 2016, Bambang mengatakan keraguan negara-negara G-20 terhadap pemulihan ekonomi global juga tampak mencuat.
"Mood mereka berat untuk melihat pertumbuhan," ujarnya.
Hal-hal yang sangat menentukan untuk mempertimbangkan prospek perekonomian global 2016 adalah kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, imbas dari kebijakan devaluasi yuan Tiongkok, pemulihan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Jepang dan kondisi harga komoditi.
"Sedangkan tahun ini semua sepakat pertumbuhan global lebih rendah dari 2014," kata Bambang.
Adapun, beberapa asumsi makro lainnya dalam RAPBN 2016 adalah laju inflasi 4,7 persen, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan 5,5 persen, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia 60 dolar AS per barel, produksi minyak bumi 830 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1,155 juta barel setara minyak per hari.
Pemerintah menargetkan RAPBN dapat disahkan menjadi APBN 2016 pada Oktober 2015. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Viral BBM Bobibos, Kementerian ESDM Jelaskan Langkah Agar Bisa Dijual Bebas
-
Emiten TRON Fokus Garap Bisnis Infrastruktur Kendaraan Listrik
-
Apa Benar Emiten Properti DADA Berkantor Dekat Warung Kelontong? Manajemen Beri Pembelaan
-
Lowongan Kerja OJK PCAM 9 dan MLE: Kualifikasi, Syarat dan Cara Pendaftaran
-
Menkeu Purbaya: Mana Pemain Saham Gorengan yang Sudah Ditangkap?
-
Harga Bitcoin Terus Merosot Hingga di Bawah USD 90.000, Begini Prospeknya
-
Masyarakat Bisa Pinjam Dana ke Danantara untuk Bangun Dapur MBG, Gimana Caranya?
-
Purbaya Heran BTN Minta Tambah Anggaran Padahal Penyerapan Minim: Aneh Juga Dia
-
Saham Bank BUMN Rontok Serempak, Investor Cuek usai Menkeu Purbaya Suntik Rp76 T
-
Neraca Pembayaran Masih Alami Defisit 6,4 Miliar Dolar AS, Bagaimana Kondisi Cadangan Devisa?