PT Pertamina (Persero) tengah mengarah menjadi perusahaan energi kelas dunia (world class company). Perseroan konsisten menjalankan kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip tata kelola korporasi yang baik sehingga bisa berdaya saing tinggi di dalam era globalisasi.
Guna mewujudkan menjadi perusahaan migas kelas dunia, Pertamina pun telah menetapkan strategi jangka panjang perusahaan, yaitu ‘Aggressive in Upstream, Profitable in Downstream’. Artinya perseroan berupaya untuk melakukan ekspansi bisnis hulu dan menjadikan bisnis sektor hilir migas menjadi lebih efisien dan menguntungkan.
“Banyak hal yang bisa dilakukan Pertamina untuk semakin membaik dan bisa bersaing di tingkat dunia. Untuk ini Pertamina harus memperoleh dukungan dari pemerintah,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman ketika dihubungi wartawan, Selasa (6/12/2016).
Dukungan pemerintah yang dimaksud adalah dengan memberi izin Pertamina untuk membereskan sejumlah hal di dalam negeri seperti membangun kilang minyak, mengambil blok-blok energi yang sudah habis masa kontraknya. “Pemerintah harus mendukung toh pada dasarnya ini semua dilakukan untuk ketahanan energi nasional,” imbuh pengamat energi ini.
Yusri menjelaskan bahwa Pertamina juga bisa diberi kewenangan menguasai aset melalui monetisasi agar aset yang tak bernilai menjadi bernilai. Namun untuk itu perlu dibuatkan payung hukumnya. “Jika itu dirasa memberi manfaat besar pada pertamina, bisa saja pimpinan perusahaan meminta kepada pemerintah dan DPR untuk segera membuat payung hukumnya,” ucapnya.
Ide monetisasi bertujuan menaikan ‘international leverage’ Pertamina. Hal itu dianggap positif oleh Yusri. Karena monetasasi cadangan minyak di dalam bumi, kalau bisa diagunkan sebagai pengaman akan membuat aset makin besar. Sekaligus modal ekspansi ke luar negeri.
Terkait harapan agar pemerintah dan DPR mesti memberikan keleluasaan kepada Pertamina untuk memanfaatkan keuntungan atau dividen untuk ekspansi lahan migas di luar negeri. Yusri mendukung harapan itu. “Jangan biarkan oknum-oknum baik dari pemerintah maupun DPR mengambil kesempatan pribadi misalnya dengan meminta proyek, atau penugasan ini itu di Pertamina,” kata Yusri.
Meski demikian, Yusri juga menyarankan Direksi Pertamina harus membuka diri dan transparan dalam pengelolaan manajemen dan keuangan. Bekerja sama dengan KPK dalam hal transparansi akan banyak manfaat yang didapat pertamina. Transparansi baginya bagian dari pengelolaan dana yang bisa diprioritaskan untuk melakukan ekspansi ke luar negeri,
Yusri yakin Pertamina mampu melakukannya apalagi di jajaran direksi sekarang ini ada Wakil Meteri ESDM Arcandra Thahar yang sangat menguasai migas. Selama ini bukan rahasia umum bahwa pola perekrutan direksi tak melibatkan orang-orang yang menguasai migas.
Sementara itu Laporan keuangan Pertamina pada kuartal III tahun ini menyebutkan perseroan telah meneken head of agreement (HoA) dengan Repsol untuk mengembangkan Treated Distillate Aromatic Extract (TDAE) Plant pada Refinery Unit IV, Cilacap.
Pabrik itu akan dibangun dengan kapasitas 60 ribu ton per tahun TDAE untuk melakukan proses destilasi ekstrak aromatik (distillate aromatic extract) menjadi bahan karet sintetis dan ban. Proyek itu akan mulai dioperasikan pada 2019 dengan investasi mencapai USD 80 juta.
Pertamina juga terus mendorong program efisiensi breakthrough project (BTP) dengan sejumlah langkah inisiatif yang baru. Pada kuartal III 2016, program itu telah menghasilkan penghematan hingga 1,6 miliar Dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan situs resmi perseroan, tahun ini Pertamina akan memprioritaskan sejumlah proyek. Misalnya, di upstream dan panas bumi Pertamina akan fokus di proyek Matindok Gas Development Project, Jambaran-Tiung Biru Gas Field, dan Geothermal Lumut Balai 1 & 2, Ulubelu 3 &4
Pada midstream serta gas pipeline network, proyek yang menjadi perhatian khusus adalah Muara Karang–Muara Tawar–Tegalgede (Jawa Barat), dan Gresik – Semarang (Jawa Timur dan Jawa Tengah)
Sedangkan di downstream, Pertamina fokus di proyek Upgrade on Refinery IV Cilacap (Proyek Langit Biru Cilacap) dan Development of Fuel Terminal in Sambu Island, Operasi di Tiga Negara
Perihal kiprah di luar negeri, Pertamina lewat anak usaha, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP), sudah membukukan keberhasilan dengan beroperasi di tiga negara, yakni Aljazair, Irak, dan Malaysia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
Bansos PKH Oktober 2025 Kapan Cair? Ini Kepastian Jadwal, Besaran Dana dan Cara Cek Status
-
Profil PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE), Ini Sosok Pemiliknya
-
BRI Ajak Warga Surabaya Temukan Hunian & Kendaraan Impian di Consumer BRI Expo 2025
-
TikTok Dibekukan Komdigi Usai Tolak Serahkan Data Konten Live Streaming Demo
-
Maganghub Kemnaker: Syarat, Jadwal Pendaftaran, Uang Saku dan Sektor Pekerjaan
-
Perusahaan Ini Sulap Lahan Bekas Tambang jadi Sumber Air Bersih
-
2 Hari 2 Kilang Minyak Besar Terbakar Hebat, Ini 5 Faktanya
-
IHSG Tutup Pekan di Zona Hijau: Saham Milik Grup Djarum Masuk Top Losers
-
Maganghub Kemnaker Dapat Gaji Rp 3.000.000 per Bulan? Ini Rinciannya