Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu andalan bagi pemasukan negara yang sedang membutuhkan dana besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 5,6 persen di tahun 2018. Target ini dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo bahkan telah mengakui dalam rapat kabinet bahwa masalah kurangnya penerimaan negara akan mempengaruhi dana alokasi umum kepada daerah-daerah. Masalah ini akan semakin parah ketika terjadi penurunan penerimaan negara akibat larangan ekspor CPO oleh negara-negara kawasan Uni Eropa.
"Dengan demikian akan menghambat pertumbuhan Ekonomi Indonesia mencapai 5,6 karena minimnya dana alokasi umum," kata DIrektur Kajian Ekonomi Agroindustri Indonesia Development Monitoring, Ferdinand Situmorang, dalam keterangan resmi, Selasa (25/4/2017).
Jelas larangan ekport CPO ke kawasan Uni Eropa yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa lebih disebabkan buruknya kinerja kementerian dan lembaga negara yang berkaitan dengan industri sawit dalam melawan kampanye hitam yang dilakukan LSM LSM lokal dan luar negeri terhadap Industri sawit Indonesia
Akibat ketidak becusan dan peyelewengan dana kampanye industri sawit Indonesia akhirnya menyebabkan parlemen Uni Eropa menuduh Industri sawit Indonesia banyak melakukan pengrusakan hutan, memperkerjakan anak-anak ,serta marak prateknya korupsi dalam pengadaan lahan sawit serta, pelanggaran pelanggaran HAM yang selama ini di kampanyekan oleh berbagai LSM lokal dan luar negeri. Tuduhan ini bahkan ditelan bulat-bulat oleh Parlemen Uni Eropa dan diamandemenkan oleh Parlemen Uni Eropa untuk melarang masuknya CPO asal Indonesia
"Sangat jelas larangan ekspor CPO oleh Uni Eropa sebagai bentuk kinerja buruk Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang gagal melakukan sosialisasi dan pendataan kalau area kebun sawit tidak masuk kategori hutan, tetapi masuk Area Pengunaan Lain yang sudah tidak masuk area hutan lindung atau Kawasan budidaya Kehutanan," ujar Ferdinand.
Karena itu Presiden Joko Widodo jangan menganggap enteng persoalan larangan eksport CPO oleh Uni Eropah karena akan banyak berdampak buruk pada perekonomian didaerah yang memiliki Perkebunan sawit. Selain itu, harga TBS bisa turun lagi dan menyebabkan Petani sawit dan pelaku ekonomi sekitar perkebunan akan menurun pendapatanya.
"Harus ada evaluasi Khusus kepada Menteri Kehutanan dan LH akibat larangan eksport ini .dan Evaluasi terhadap Dana Dana BPDP yang katanya digunakan untuk promosi produk sawit Indonesia," tutup Ferdinand.
Baca Juga: Antisipasi Tuduhan Eropa dan AS, Mendag Kumpulkan CEO Sawit
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
BRI Peduli Salurkan Bantuan Darurat di 40 Titik Bencana Wilayah Sumatra
-
Perubahan Skema Pupuk Subsidi Dinilai Dorong Transparansi
-
Mulai Bangkit, Rupiah Beri Tekanan pada Dolar ke Level Rp16.706
-
Penggunaan Dolar AS Mulai Ditinggalkan, Indonesia-Jepang Pilih Mata Uang Lokal
-
IHSG Menguat Tipis Jumat Pagi, Cermati Saham-saham Ini
-
Harga Emas Pegadaian Melambung Dua Hari Beruntun, Galeri24 dan UBS Kompak
-
Skema Kecebong Pindar Masih Hidup, Ini Syarat Ketat dari OJK
-
Mengatasi MFA ASN Digital Bermasalah, Sulit Login dan Lupa Password
-
RUPSLB Bank Mandiri Mau Ganti Susunan Pengurus, Ini Bocorannya
-
Harga Emas Melejit di 2026, Masih Relevan untuk Investasi?