Suara.com - Pengamat Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, Agus Pambagio, menilai pembentukan holding BUMN Migas hanya akan menciptakan "bom waktu" atau berpotensi menciptakan permasalahan yang tertunda.
Melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (9/3/2018), Agus menjelaskan saat ini Undang-Undang BUMN sedang di gugat di Mahkamah Konstitusi (MK) dan telah masuk masa persidangan.
Menurut informasi yang diperoleh, Presiden Joko Widodo sendiri menyadari ada banyak pro dan kontra holding BUMN Migas yang membuatnya ragu untuk merestui pembentukannya.
Meskipun Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pelaksanaan inbreng saham pemerintah di PGN ke Pertamina sebagai bentuk penambahan penyertaan modal pemerintah di Pertamina, serta penegasan perubahan status PGN yang semula BUMN dengan Persero menjadi Perseroan Terbatas (PT) sudah final.
"PP tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi tetapi masih menunggu untuk diumumkan ke publik karena masih banyak permasalahan terkait holding BUMN Migas yang belum terselesaikan. Presiden minta supaya masalah hukum antara Pertamina dan PGN harus diselesaikan terlebih dahulu," kata Agus.
Beberapa masalah yang masih mengganjal menurut Agus antara lain dari aspek hukum pembentukan holding BUMN Migas.
Ia mencatat, analisis yang dihasilkan oleh akademisi dari Fakultas Hukum dan Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada menyatakan, bahwa mekanisme pembentukan holding BUMN Migas dengan mekanisme inbreng saham pemerintah dan hilangnya BUMN di sektor gas menjadi suatu langkah yang inkonstitusional.
"Penghapusan BUMN di sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu PGN yang semula adalah BUMN di sektor gas berubah menjadi PT akan menghilangkan penguasaan negara dengan tidak adanya kepemilikan secara langsung," kata Agus.
Aspek lain menurut Agus adalah adanya potensi konfilik kepentingan dalam tubuh holding Migas itu nantinya.
Baca Juga: Tiga Anak Perusahaan BUMN Daftar IPO di Bursa Efek Indonesia
Pasalnya, Pertamina yang selama ini merupakan perusahaan yang bisnis utamanya bergerak di sektor minyak masih menggantungkan 60 persen kebutuhan dalam negeri dari impor.
Sedangkan gas bumi yang menjadi inti bisnis PGN, sangat banyak dimiliki oleh bumi Indonesia namun belum dimanfaatkan optimum untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Dengan penggabungan pengelolaannya di satu tempat, maka tidak akan optimum karena penambahan pemanfaatan gas bumi berarti pengurangan pemanfaatan minyak bumi, pengurangan market share dan penurunan kinerja pengelolaan minyak," keluhnya.
Ia juga menyoroti masih adanya perbedaan konsep holding BUMN Migas dengan Konsep kelembagaan yang sedang di finalisasi dalam Revisi UU Minyak dan Gas Bumi oleh DPR akan berpotensi menimbulkan konflik.
Karena dalam konsep kelembagaan dalam RUU Migas, struktur yang dibentuk jauh berbeda dengan adanya Badan Usaha Khusus (BUK) di bidang hulu minyak dan gas, hilir minyak dan hilir gas bumi.
"Dengan pembentukan holding BUMN Migas saat ini tanpa menunggu arah dari revisi UU Migas tersebut, dapat menyebabkan inefisiensi nasional karena diperlukan penyesuaian kelembagaan yang cukup rumit," katanya.
Hal terakhir yang menurut Agus juga perlu menjadi pertimbangan Jokowi dalam menentukan nasib holdingisasi Migas adalah, belum adanya Konsensus Nasional atas urgensi dari pembentukan holding BUMN migas ini. [Antara]
Berita Terkait
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Dony Oskaria Jadi Plt Menteri BUMN: Mampukah Benahi BUMN dengan Cepat?
-
Hubungan Darah Dony Oskaria dengan Nagita Slavina, Baru Ditunjuk Jadi Plt Menteri BUMN
-
Sejarah Bakal Berakhir! Kementerian BUMN di Ambang Dilebur ke Danantara, Istana-DPR Beri Sinyal Kuat
-
Pemerintah Akui Ada Kemungkinan Kementerian BUMN Dilebur dengan Danantara, Tapi...
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya