Suara.com - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan aktivitas ekonomi digital dalam jaringan (daring) tetap harus membayar pajak sebagai wujud prinsip keadilan.
"Harus ada penyesuaian aturan supaya ada landasan hukum yang jelas agar tidak terjadi dispute. Indonesia juga harus segera punya aturan supaya ada penerimaan bagi pemerintah," kata Yustinus dalam acara diskusi CITAxTalk di Jakarta, Kamis.
Prinsip kehati-hatian, proporsionalitas, pertimbangan komparasi kebijakan dengan negara lain, serta tren perkembangan global perlu menjadi perhatian dalam merumuskan aturan perpajakan sektor ekonomi digital.
Yustinus menilai aturan yang ada saat ini belum cukup komprehensif dalam mengatur perpajakan yang adil dan efektif bagi industri perdagangan daring (e-commerce). Beberapa poin krusialnya antara lain subjek pajak dan objek PPN berupa barang kena pajak serta jasa kena pajak.
Ia menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi jasa digital cross border sebagai pendekatan yang bijak untuk menjaring penerimaan tanpa harus mengubah sistem yang ada.
Hal tersebut, lanjut Yustinus, sudah diterapkan oleh 29 negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD).
"Persoalannya adalah bagaimana caranya, karena barang digital itu tidak diketahui kapan berpindahnya sehingga sulit dipajaki," ujar dia.
CITA mengusulkan mengenai penerapan mekanisme supplier collection untuk transaksi antara pelaku bisnis dan konsumen (business-to-consumer/B2C). Mekanisme tersebut menyerahkan tugas pemungutan PPN pada penyedia (supplier) asing.
Apabila penyedia bertransaksi dengan pelaku bisnis (business-to-business/B2B), maka harus dilakukan pemungutan oleh pengusaha kena pajak melalui skema PPN atas impor jasa luar negeri.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (PKPN BKF) Rofyanto Kurniawan mengatakan perpajakan untuk e-commerce merupakan alat menjaga industri dalam negeri.
Ia menilai kesetaraan aturan perpajakan antara daring dan konvensional perlu diciptakan. Kebijakan perpajakan untuk perdagangan daring juga dinilai bisa meningkatkan kepatuhan (compliance). (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
Terkini
-
Apakah Gaji 3 Juta Bisa Beli Rumah KPR? Simak Penjelasan dan Skema Cicilannya
-
6 Ide Usaha Sampingan di Masa Pensiun Agar Tetap Produktif dan Bahagia
-
Langkah Keliru Danantara: Akuisisi Hotel di Mekkah Dinilai Berisiko dan Tabrak Mandat Investasi
-
Harga Cabai Rawit di Papua Pedas, Tembus Rp125 Ribu/Kg
-
Rupiah Bisa 'Bernafas Lega' Jelang Akhir Tahun
-
Pasca IPO, Superbank Tancap Gas! Laba Tembus Rp122 Miliar
-
Jelang Libur Nataru, Mayoritas Harga Pangan Nasional Kompak Melandai, Cabai dan Bawang Merah Turun
-
Sambut Nataru dan Tutup Buku 2025, BI Sesuaikan Jadwal Operasional Sistem Pembayaran
-
Tensi Panas! AS Adang Tanker Venezuela, Harga Minyak Mentah Global Langsung Melompat
-
Aturan Cuti Hamil 6 Bulan dan Ketentuan Gaji yang Wajib Dipenuhi Perusahaan