Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diminta untuk tak panik usai Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hal tersebut dikatakan Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar kepada Suara.com, Selasa (10/3/2020).
"Masalah putusan MA ini janganlah menjadi panik gitu loh, karena kalau kita lihat berita Menteri Keuangan kalau ini (iuran) tidak naik akan mencabut kembali yang Rp 13,5 triliun yang sudah dibayarkan di 2019, itu kan engga bener," kata Timboel.
Apalagi kata Timboel dengan isu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pelayanannya pun akan berkurang.
"Nah ini kan gak bener, engga bisa gitu dong, bahwa tetap pelayanan tidak turun, jadi intinya engga usah paniklah," katanya.
Timboel mengatakan, inti masalah dari terus defisitnya BPJS Kesehatan adalah masalah data saja, jika data antara Kementerian dan Lembaga terkait sudah sesuai, maka masalah defisit ini akan bisa diselesaikan.
Timboel pun mengamini jika persoalan data menjadi titik lemahnya. Beberapa kementerian dan lembaga memiliki data masyarakat tak mampu, seperti Kementerian Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri.
Fakta ini, kata dia, justru berpotensi menimbulkan simpang siur data. Ia menilai kunci penyelesaiannya adalah dengan mempercepat cleansing data terhadap 30 peserta PBI yang belum terdaftar dalam DTKS.
"Data ini yang jadi masalah, Kementerian Sosial bilang penduduk miskin segini, Kementerian Dalam Negeri segini, Badan Pusat Statistik bilang segini. Padahal ada loh orang miskin justru dia engga bayar iuran tapi terpaksa untuk bayar iuran. Jadi ini di cleansing saja data dulu," katanya.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Mungkinkah Uang Kembali?
Sebelumnya, MA telah menganulir Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Putusan ini diambil setelah ada permohonan judicial review yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Dengan keputusan ini, maka kenaikan iuran yang sudah diatur dalam Perpres 75 Tahun 2019 tak lagi berlaku. Daftar iuran yang dianulir yaitu Rp 42 ribu untuk peserta Kelas III, Rp 110 ribu untuk Kelas II, dan Rp 160 ribu untuk Kelas IV.
Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018. Rincian iuran lama tersebut yaitu Rp 25.500 untuk Kelas III, Rp 51 ribu untuk Kelas II, dan Rp 80 ribu untuk Kelas I.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
-
Harga Emas Hari Ini: Antam Naik Lagi Jadi Rp 2.338.000, UBS di Pegadaian Cetak Rekor!
-
Puluhan Siswa SD di Agam Diduga Keracunan MBG, Sekda: Dapurnya Sama!
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
Terkini
-
Kilang Minyak Dumai Pertamina Kebakaran, Operasional Terganggu?
-
Alasan Pemerintah Tak Naikkan Cukai Hasil Tembakau di 2026
-
Waduh, Fenomena Galbay di Pinjol Picu Perceraian Pasutri
-
Bank Indonesia Bakal Evaluasi Skema Bagi Beban dengan Pemerintah, Buat Biayai Program Prabowo
-
Shutdown AS Diabaikan, IHSG 'Pertahankan'Level 8.000 di Tengah Tekanan Jual Asing
-
Harga Emas Hari Ini: Antam Naik Lagi Jadi Rp 2.338.000, UBS di Pegadaian Cetak Rekor!
-
JIEP Gencar Perkuat Integritas, Terapkan Sistem Anti Penyuapan Ketat
-
Kilang Minyak Dumai Kebakaran, Pertamina: Tak Ada Korban Jiwa
-
Booming Perumahan 2025-2029: Prabowo Genjot Subsidi, Apa Saja Dampaknya?
-
Vivo Akui Stok Sudah Habis, Tapi BBM Pertamina Punya Kandungan yang Tak Bisa Diterima