Suara.com - Pengamat Pendidikan Doni Koesoema meminta Kemendikbud untuk menjelaskan mekanisme kerja sama dengan Google yang menghadirkan Google Arts Project, terutama terkait transparansi anggaran yang dikucurkan bagi perusahaan asing dalam kerja sama tersebut.
Hal itu menyusul langkah Kemendikbud yang sebelumnya juga menggandeng layanan streaming asal AS, yaitu Netflix dalam program pendidikan di tengah pandemi Corona yang terus menuai kritikan.
"Kita tidak tahu mekanisme dan tendernya seperti apa? Tetapi, hal ini harus diperhatikan. Memang betul di masa Covid-19, kita butuh kolaborasi, gotong-royong, tetapi cara-caranya Kemendikbud itu harus tepat, jangan sampai anggaran negara ini dan anggaran pendidikan tersebar ke sana ke mari. Harus transparan dan akuntabel," ujar Doni ditulis, Rabu (1/7/2020).
Dia menyayangkan pernyataan Kemendikbud yang secara langsung menyebut perusahaan asing, seperti Netflix dan Google diajak untuk bekerja sama dalam program pendidikan di tengah pandemi Corona yang seharusnya tidak pantas disebutkan. Di sisi lain, Kemendikbud tidak menyebutkan mekanisme pengunaan anggaran dalam kerja sama tersebut.
"Mekanisme ini yang kita tidak tahu dan menjadi pertanyaan. Apakah dana BOS secara esplisit diperbolehkan untuk pembelian platform berbayar dengan menyebut merek tertentu. Bahkan, dalam rilis Kemendikbud menyebut merek tertentu, seperti Netflix dan Google yang seharusnya tidak boleh disebutkan merek oleh Kemendikbud," ungkapnya.
Selain itu, Doni menjelaskan platform kerja sama Kemendikbud dengan Google dan Netflix hanya bisa diakses siswa tertentu saja, meski disebut Kemendikbud gratis.
Pasalnya, tidak semua siswa paham dalam mengakses atau melihat langsung tayangan berbayar secara gratis, karena keterbatasan ketersediaan ponsel dan pulsa siswa.
"Ketika saya coba masuk [mengakses], karena Kementerian bilangnya gratis, tetapi rupanya hanya sebagian saja. Menurut saya, nggak benar seperti ini, karena jika harus memasukkan database tentu setiap siswa harus mengeluarkan pulsa, tetapi tidak semua siswa punya handphone," ungkapnya.
Selain itu, dia menyoroti kedaulatan data yang perlu dijaga. Doni mengkhawatirkan Google menyaring basis data dari 50 juta anak Indonesia di tingkat dasar hingga menengah atas yang akan mengakses Google Arts and Culture dan Classroom Google.
Baca Juga: Pandemi di Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud : Guru Siap Adaptasi Pembelajaran
"Kalau platform berbayar, seperti Google, mereka bisa mendapatkan data-data dari 50 juta anak Indonesia untuk kepentingannya, seperti Google Classroom, di mana data-data itu sangat penting, misalnya harus membuat data di Classroom, sekolah harus didaftarkan dan nama grupnya didaftarkan semua, dan itu data yang sangat berharga bagi mereka lebih dari sekadar timbal balik uang," tandasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Google melaksanakan program Google Arts Project yang dilakukan oleh Museum Nasional Indonesia.
Google Arts Project merupakan sebuah program yang mengajak masyarakat untuk mengenal lebih jauh budaya Indonesia melalui Google Arts and Culture.
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan program ini merupakan bentuk promosi karya seni adiluhung Indonesia ke tingkat dunia melalui situs online.
Melalui platform digital ini, masyarakat kini dapat mengakses berbagai museum nasional dari puluhan negara, tempat bersejarah, dan kini lebih dari 4.000 buah koleksi Wayang dari Museum Wayang Nasional, dengan menggunakan smartphone dimanapun mereka berada.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Air Minum Bersih untuk Semua: Menjawab Tantangan dan Menangkap Peluang Lewat Waralaba Inklusif
-
Airlangga: Stimulus Ekonomi Baru Diumumkan Oktober, Untuk Dongkrak Daya Beli
-
Berdasar Survei Litbang Kompas, 71,5 Persen Publik Puas dengan Kinerja Kementan
-
Belajar Kasus Mahar 3 M Kakek Tarman Pacitan, Ini Cara Mengetahui Cek Bank Asli atau Palsu
-
BPJS Ketenagakerjaan Dukung Penguatan Ekosistem Pekerja Kreatif di Konferensi Musik Indonesia 2025
-
Kementerian ESDM Akan Putuskan Sanksi Freeport Setelah Audit Rampung
-
Indonesia Tambah Kepemilikan Saham Freeport, Bayar atau Gratis?
-
Kripto Bisa Sumbang Rp 260 Triliun ke PDB RI, Ini Syaratnya
-
Duta Intidaya (DAYA) Genjot Penjualan Online di Tanggal Kembar
-
4 Fakta Penting Aksi BUMI Akuisisi Tambang Australia Senilai Rp 698 Miliar