Suara.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil, mengatakan, 60 tahun yang lalu, tepatnya 24 September 1960, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria (UUPK) disahkan Presiden Soekarno. Seiring berjalannya waktu, UUPA memang tetap eksis, tetapi kondisi pertanahan di Indonesia terus berkembang, sehingga dibutuhkan penambahan untuk ke arah yang lebih baik dalam bidang pertanahan.
"Perlu dijelaskan bahwa RUU Cipta Kerja tidak menghapus UUPA. Beberapa ketentuan yang dianggap penting, dimasukkan ke dalam RUU Cipta Kerja, sehingga dilakukan revisi atau penambahan beberapa pasal di UUPA yang tidak sesuai dengan perkembangan saat ini," ujarnya, dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan Universitas Gadjah Mada dalam rangka 60 tahun disahkannya UUPA melalui video conference, dengan tema "Kedudukan Termutakhir UUPA Sebagai Landasan Hukum dalam Penguasaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam", Yogyakarta, Rabu (9/9/2020).
Menurut Sofyan, salah satu yang ditambahkan adalah masalah hak atas tanah.
"Hak kepemilikan rumah vertikal di Indonesia, waktunya itu 30 tahun atau 35 tahun saja. RUU Cipta Kerja ini diharapkan dapat memberikan lebih panjang hak kepemilikan, sehingga masyarakat mau membeli apartemen. Dengan begitu, jika banyak yang membeli rumah vertikal maka akan dapat menghemat tanah dan tanah dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya terutama untuk kepentingan taman, agraria, pertanian dan lainnya," ungkapnya.
Selain Menteri ATR/Kepala BPN, diskusi ini juga menghadirkan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Maria S.W. Sumardjono, yang mengatakan bahwa perubahan tidak bisa ditolak begitupun yang terjadi dengan UUPA.
"Perubahan itu sesuatu yang tidak bisa dinafikan, tetapi perubahan yang direncanakan itu seyogyanya dapat dirancang dengan taat asas serta melalui proses yang terbuka bagi publik begitu pun yang diharapkan dari RUU Cipta Kerja ini," ujarnya.
Menurut Maria, jika UUPA yang telah ada selama 60 tahun ini tidak dijadikan sebagai landasan hukum, maka akan timbul tumpah tindih yang akan melahirkan sengketa. Untuk itulah dibutuhkan landasan hukum yang jelas dalam mengatur pertanahan di Indonesia.
Senada dengan yang diungkapkan oleh Maria, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menyebut, landasan hukum sangat penting untuk dijalankan. Ketimpangan penguasaan tanah, yang disertai dengan sengketa dapat mengakibatkan UUPA tidak dijalankan secara penuh dan konsekuen, bahkan ditafsirkan melenceng jauh dari azas dan prinsipnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau, menambahkan, penyusunan dasar-dasar hukum untuk pengelolaan dan pemanfataan agraria dapat dilakukan secara konseptual, yang idealnya harus proaktif dan reflektif serta tidak bersifat reaktif dan praktis.
Baca Juga: DPR Pertanyakan Kinerja Kementerian ATR BPN Atasi Kendala di Lapangan
"Kalaupun ada yang bersifat dinamis, maka harus ditempatkan dalam perspektif tujuan hukum apakah bisa dicapai seperti asas keadilan, kepastian hukum dan pemanfaatan," ungkapnya.
Wakil rektor Universitas Gadjah Mada, Paripurna, menyampaikan bahwa diskusi online yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan Universitas Gadjah Mada, karena Universitas Gadjah Mada memiliki kontribusi atau pemikiran dalam disahkannya UUPA pada 60 tahun silam.
"Banyak yang terlibat di Universitas Gadjah Mada dalam melahirkan UUPA ini, yang diharapkan dapat membangun bangsa Indonesia khususnya dalam bidang pertanahan," kata Paripurna.
Diskusi online dalam rangka 60 tahun disahkannya UUPA ini diikuti juga oleh beberapa jajaran dari Kementerian ATR/BPN. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan masukan serta solusi khususnya mengenai UUPA yang sudah ada selama 60 tahun tersebut.
Berita Terkait
-
ATR/BPN Wujudkan One Spatial Planning Policy, Ditargetkan Rampung pada 2024
-
Kunjungi Wisata Batoer Gunung Kidul, Wamen ATR : Tempatnya Aman dan Sehat
-
Humas di Era Transformasi Digital harus Bisa Lakukan Kerja Cepat
-
Rapat dengan DPR, ATR/BPN : Tahun 2021 Merupakan Tahun Transformasi Digital
-
Sofyan Djalil : Evaluasi Diperlukan untuk Ukur Kinerja Suatu Program
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
Harga Emas Antam Melonjak Tajam Hari Ini, Cek Rinciannya
-
Ekonom Nilai Aksi Buyback BMRI Demi Stabilitas Pasar
-
IHSG Menghijau di Awal Sesi, Kembali ke Level 8.400
-
IHSG Diprediksi Menguat Lagi: Wall Street dan Bursa Saham Asia Lanjutkan Tren Positif
-
Audit Ketat dan Suntik Mati Dapur 'Nakal': Bagaimana Nasib Program Makan Bergizi Gratis?
-
Bank Mega Syariah Optimistis Raih Kinerja Positif Hingga Akhir Tahun
-
Data Uang Nganggur di Pemda Berbeda, BI: Itu Laporan dari Bank Daerah
-
Harga Emas Pegadaian Naik Tiga Hari Berturut-turut, Makin Dekat Rp 2,5 Juta
-
Express Discharge, Layanan Seamless dari Garda Medika Resmi Meluncur: Efisiensi Waktu dan Pembayaran
-
COP30 Brasil: Indonesia Dorong 7 Agenda Kunci, Fokus pada Dana dan Transisi Energi