Suara.com - Harga minyak mentah anjlok hampir 5 persen karena meningkatnya kasus baru virus corona atau Covid-19 yang menginfeksi hampir seluruh dunia dan mempengaruhi permintaan.
Mengutip CNBC, Selasa (22/9/2020) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, merosot 1,71 dolar AS atau 3,96 persen menjadi 41,44 dolar AS per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, menyusut 1,80 dolar AS atau 4,38 persen menjadi 39,31 dolar AS per barel. Kedua kontrak ditetapkan untuk mencatat penurunan harian terbesar dalam dua pekan.
Minyak mentah mengikuti pasar ekuitas dan komoditas lain dalam berbalik menghindari risiko karena melonjaknya tingkat infeksi Covid-19 di Eropa dan negara lain mendorong langkah-langkah penguncian baru, menimbulkan keraguan atas pemulihan ekonomi.
"Kita melihat berita yang lebih menyedihkan tentang permintaan bahan bakar jet," kata Gary Cunningham, Direktur Riset Pasar di Tradition Energy, Stamford, Connecticut.
"Kita melihat pasar yang jauh lebih lunak. Gambaran ekonomi itu tidak terlihat separah sebelumnya." Katanya.
Harga mengalami tekanan di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa lonjakan kasus virus corona dapat memangkas permintaan.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mempertimbangkan penguncian nasional kedua, sementara kasus di Spanyol dan Prancis juga meningkat.
Pekerja di ladang utama Sharara Libya memulai kembali operasinya, kata dua insinyur yang bekerja di sana, setelah National Oil Corporation mengumumkan pencabutan sebagian kondisi force majeure. Tetapi tidak jelas kapan dan pada tingkat apa produksi dapat dimulai kembali.
Baca Juga: 66 Pekerja Minyak Lepas Pantai Milik Pertamina Balikpapan Positif Covid-19
Sementara itu, kapal tanker Suezmax bergerak menuju terminal Marsa El Hariga Libya, menurut data pengiriman Refinitiv Eikon.
Goldman Sachs tetap pada proyeksinya bagi Brent untuk mencapai 49 dolar AS per barel pada akhir tahun dan 65 dolar AS pada kuartal ketiga 2021, terlepas dari perkembangan di Libya.
Barclays menaikkan prospek Brent 2020 menjadi 43 dolar AS per barel dan 53 dolar AS tahun depan.
Sentimen bullish didukung oleh harapan untuk meningkatnya kepatuhan dengan kesepakatan pengurangan produksi di antara anggota Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan sekutunya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
IWIP Gelontorkan Pendanaan Rp900 Juta untuk Korban Bencana di Sumatera
-
AKGTK 2025 Akhir Desember: Jadwal Lengkap dan Persiapan Bagi Guru Madrasah
-
Dasco Ketuk Palu Sahkan Pansus RUU Desain Industri, Ini Urgensinya
-
ASPEBINDO: Rantai Pasok Energi Bukan Sekadar Komoditas, Tapi Instrumen Kedaulatan Negara
-
Nilai Tukar Rupiah Melemah pada Akhir Pekan, Ini Penyebabnya
-
Serikat Buruh Kecewa dengan Rumus UMP 2026, Dinilai Tak Bikin Sejahtera
-
Kuota Mulai Dihitung, Bahlil Beri Peringatan ke SPBU Swasta Soal Impor BBM
-
Pemerintah Susun Standar Nasional Baru Pelatihan UMKM dan Ekraf
-
Stok Di Atas Rata-rata, Bahlil Jamin Tak Ada Kelangkaan BBM Selama Nataru
-
Kadin Minta Menkeu Purbaya Beri Insentif Industri Furnitur