Suara.com - Harga minyak dunia merosot karena kekhawatiran permintaan bahan bakar dengan adanya pembatasan perjalanan baru untuk mencegah wabah virus corona dan penundaan vaksinasi di Eropa.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman Maret, patokan internasional, ditutup turun 28 sen, atau 0,5 persen menjadi 55,53 dolar AS per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), berakhir 51 sen, atau 1,0 persen , lebih rendah menjadi 52,34 dolat AS per barel.
Dengan kontrak Brent untuk pengiriman Maret berakhir pada Jumat, premi front-month Brent melesat ke level tertinggi sejak Februari 2020 untuk hari keempat berturut-turut.
Ritterbusch merujuk pada janji Arab Saudi untuk secara sukarela memangkas produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada Februari dan Maret sebagai bagian dari kesepakatan OPEC Plus, yang mencakup Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) plus lainnya seperti Rusia.
Harga minyak sebelumnya didukung oleh data yang menunjukkan penarikan 10 juta barel dalam persediaan minyak mentah Amerika pada pekan lalu, yang menurut para analis disebabkan kenaikan ekspor minyak mentah AS dan penurunan impor.
"Penarikan tersebut sangat melegakan bagi cadangan minyak, terutama setelah seminggu mencatatkan kenaikan, membuat pedagang merasa nyaman bahwa pasokan tidak membanjiri permintaan untuk saat ini," kata Louise Dickson, analis Rystad Energy.
Selain itu, Indeks Dolar AS (Indeks DXY) berbalik ke wilayah negatif setelah kenaikan sebelumnya, yang juga membantu mendukung harga minyak. Pembeli yang menggunakan mata uang lain membayar lebih sedikit untuk minyak yang dihargakan dalam dolar ketika greenback jatuh.
Kekhawatiran permintaan, bagaimanapun, membebani sentimen dan menghambat harga minyak mempertahankan kenaikan sebelumnya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Imbas Turunnya Stok di AS
Perekonomian Amerika mengalami kontraksi pada laju terdalam sejak Perang Dunia Kedua pada 2020 ketika pandemi Covid-19 menekan belanja konsumen dan investasi bisnis, mendorong jutaan rakyat Amerika kehilangan pekerjaan dan jatuh miskin.
Laporan terpisah menunjukkan 847.000 lebih banyak orang kemungkinan mengajukan klaim pengangguran di Amerika, pekan lalu, memperkuat pandangan tentang pelemahan pasar tenaga kerja yang terus bertahan.
Pemeriksaan vaksin yang lebih ketat oleh Uni Eropa dan penundaan pengiriman dari AstraZeneca dan Pfizer telah memperlambat upaya penyuntikan.
Di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, lonjakan kasus virus korona menyebabkan pembatasan aktivitas perjalanan menjelang Tahun Baru Imlek, biasanya musim perjalanan tersibuk dalam setahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen, Menko Airlangga: Jauh Lebih Baik!
-
Citibank Pastikan Kinerja Keuangan di Kuartal III 2025 Tetap Solid
-
Alasan Indonesia Belum Jadi Raja Batu Bara Asia, Padahal Pasokan dan Ekspor Tinggi
-
APINDO: Isu Utama Bukan hanya UMP Tapi Penciptaan Lapangan Kerja Formal
-
Rupiah Merana! Dihantam Dolar AS dan Ketidakpastian The Fed