Suara.com - Perubahan paradigma dan keterlibatan aktif multi-sektoral sangat dibutuhkan dalam menekan prevalensi perokok di Indonesia yang tercatat sudah mencapai 33,8 persen per tahun 2018 berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo menyebutkan, saat ini ada sejumlah hal yang menjadi tantangan dalam upaya penurunan prevalensi perokok serta efek konsumsi tembakau di Indonesia.
Salah satunya adalah paradigma yang masih lebih berpusat pada bebas risiko (zero risk) dibanding mengurangi risiko atau bahaya (risk/harm reduction).
“Paradigma tanpa bahaya (zero risk) masih lebih kuat dibanding pengurangan risiko (risk/harm reduction),” ujar pria yang akrab disapa Bimmo ini dalam acara 4th Scientific Summit on Tobacco Harm Risk ditulis, Rabu (13/10/2021).
Menurut Bimmo, paradigma ini menyebabkan terbatasnya penelitian dan studi oleh peneliti lokal terkait upaya pengurangan bahaya tembakau dan produk-produk alternatif yang bisa mendukung upaya tersebut.
Di sisi lain, terjadi pula resistensi dan kurangnya pemahaman terkait pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) di kalangan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah sebagai pembuat regulasi.
Untuk itu, pemerintah diharap bisa lebih terbuka lagi terkait konsep pengurangan bahaya tembakau serta instrumen-instrumen di dalamnya, dan bersedia untuk mendukung terlaksananya studi terkait konsep pengurangan bahaya tembakau, termasuk penelitian mengenai produk tembakau alternatif.
“Studi dan riset berbasis sains terkait pengurangan bahaya tembakau bisa dimanfaatkan sebagai bagian dari upaya transformasi kesehatan dalam menghadapi epidemi merokok,” tambahnya.
Tak hanya di kalangan pemerintah, pemangku kepentingan lain pun diharapkan bisa ikut terlibat aktif dalam mendorong upaya ini sesuai dengan porsinya masing-masing, mulai dari akademisi, ilmuwan, industri, hingga masyarakat sebagai konsumen.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Singgung Program Penanggulangan Kemiskinan yang Masih Belum Optimal
Bimmo pun melanjutkan, salah satu solusi alternatif yang bisa dipertimbangkan dalam upaya pengurangan bahaya tembakau adalah pemanfaatan produk-produk tembakau alternatif bagi para perokok yang ingin menurunkan potensi risiko akibat konsumsi tembakau. Tetapi di saat yang sama belum ingin atau belum bisa lepas dari konsumsi nikotin.
Dalam perhelatan yang sama, Lorenzo Mata, Presiden Quit for Good, sebuah organisasi yang juga memberikan advokasi terkait konsep pengurangan bahaya tembakau di Filipina menyebutkan bahwa ada sekitar 17 juta perokok di negara tersebut.
Sama dengan kondisi di Indonesia, pemerintah negara setempat pun telah berupaya untuk menekan angka perokok dengan menekankan zero risk.
Namun, cara tersebut tidak membuahkan hasil. Kendati mengamini bahwa cara terbaik untuk menghindar dari bahaya akibat konsumsi tembakau adalah dengan tidak mengonsumsinya sama sekali, Lorenzo mengemukakan bahwa konsep pengurangan bahaya juga harus masuk dalam arus utama dalam peraturan terkait pengendalian bahaya tembakau bersama yang dibarengi dengan penyuluhan atau advokasi.
“Para perokok dewasa harus diberikan kesempatan memilih untuk beralih dari rokok ke produk alternatif yang tidak melibatkan proses pembakaran, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus,” ujarnya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) kenaikan pengeluaran rokok dan tembakau tercatat sebesar 2,9 persen menjadi Rp 64.384 per kapita sebulan pada 2017. Setahun setelahnya, pengeluaran rokok meningkat 5,6 persen menjadi Rp 67.996 per kapita sebulan pada 2018.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen