Suara.com - Energi panas bumi (geothermal) terbukti tidak hanya sekedar energi bersih karena memiliki emisi karbon yang sangat rendah, tapi juga berhasil memberikan manfaat yang lebih besar. Salah satu yang merasakan manfaat ini adalah pertanian kentang yang ada di sekitar wilayah Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang.
Di Dusun Kamojang, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, kentang menjadi budidaya utama pertanian. Terdapat penangkaran bibit kentang varietas G0 yang menggunakan cocopeat sebagai media tanam.
Sayangnya, limbah cocopeat tidak dapat digunakan kembali untuk pembibitan kentang tanpa melalui proses sterilisasi. Selama ini, para petani biasa melakukan proses sterilisasi dengan mengukusnya secara konvensional.
Demi bisa memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat, PGE melakukan inovasi, dengan menggunakan Geotato (Geothermal Potato), alat inovasi pemanfaatan uap geothermal untuk proses sterilisasi cocopeat. Hasil cocopeat yang disterilkan dengan Geotato terbukti sangat membantu petani dalam menghemat biaya pembelian cocopeat baru dan bahan bakar konvensional untuk mengukus cocopeat dalam proses produksi bibit kentang.
Berbekal inovasi ini kualitas cocopeat juga menjadi lebih baik dan menghasilkan peningkatan panen bibit kentang G0. Dari yang awalnya rata-rata hanya dapat menghasilkan 22 ribu sampai dengan 30 ribu knol bibit kentang dari 7 ribu stek tanaman menjadi 28 ribu sampai dengan 35 ribu knol bibit kentang dari jumlah stek tanaman yang sama setelah menggunakan uap geothermal dalam proses sterilisasi cocopeat.
“Hadirnya energi geothermal telah menciptakan multiplier effect. Tidak saja menghasilkan energi bersih, tapi juga mendorong peningkatan ekonomi masyarakat lokal,” tutur Ahmad Yuniarto, Direktur Utama PGE.
Dampak positif pun berlanjut. Penggunaan uap geothermal untuk sterilisasi cocopeat mampu menurunkan timbunan limbah cocopeat yang terbuang sampai dengan 300 persen karena dapat digunakan kembali sampai dengan 4 kali. Dengan menggunakan uap geothermal, maka emisi karbon juga dapat diturunkan dari hasil penggunaan bahan bakar konvensional dalam proses sterilisasi cocopeat.
“Kami biasanya hanya tahu sterilisasi cocopeat dilakukan dengan mengukus secara tradisional. Seringkali kami harus membeli cocopeat baru. Uap geothermal dari PGE sangat membantu dalam sterilisasi cocopeat karena bisa digunakan lagi sampai empat kali. Itu sangat menghemat biaya produksi bibit kentang,” ungkap Zamzam Nurzaman, ketua LMDH Mustika Hutan binaan PGE Area Kamojang.
Program “Kentang Geothermal” ini merupakan salah satu inisiatif PGE dalam menjalankan bisnis dengan menerapkan aspek environment, social, dan governance (ESG). Upaya menekan limbah serta menurunkan emisi karbon dari aktivitas sterilisasi menggunakan alat konvensional sejalan dengan aspek lingkungan.
Baca Juga: PGE Terus Berkomitmen Kembangkan Panas Bumi Tanah Air
Selain itu program ini juga menjadi komitmen PGE untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) goal ketujuh tentang energi bersih dan terjangkau. Aktivitas petani kentang ini amat terbantu dalam inovasi untuk proses sterilisasi cocopeat dengan memanfaatkan panas bumi yang bersih dan terjangkau.
Tak hanya itu, kontribusi terhadap hasil panen petani sejalan dengan aspek sosial juga sejalan dengan tujuan kedelapan dari SGDs yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua.
Tidak berhenti di situ, PGE juga turut mendampingi kelompok petani LMDH Mustika Hutan dalam melakukan pembibitan varietas baru kentang. Varietas baru tersebut dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) di greenhouse yang difasilitasi oleh PGE dan diberi nama varietas PAUS PERTATO (Pusat Antar Universitas Satu Pertamina Potato). Dengan mengembangkan varietas ini, petani tidak perlu lagi membeli bibit kentang dari tengkulak. Hal ini tentunya sangat membantu menekan biaya produksi bagi petani.
Penanaman stek PAUS PERTATO kembali dilakukan pada 4 Oktober 2021 di Greenhouse Kentang Geothermal. Kegiatan penanaman stek dihadiri langsung oleh Prof.Dr.Ir.Suharsono DEA sebagai ketua tim pengembangan bibit PAUS PERTATO. Bibit kentang PAUS PERTATO yang ditanam pada kegiatan ini sebanyak 5.000 stek.
Penanaman stek akan menghasilkan kentang G0 yang kemudian akan didistribusikan ke petani kentang Proses penanaman bibit hingga panen membutuhkan waktu sekitar tiga bulan.
"Varietas kentang ini ditujukan untuk dikembangkan di Garut dengan nama PAUS PERTATO, kita juga tidak menutup kemungkinan bahwa nanti kentang ini dikembangkan petani di seluruh Indonesia,” ungkap Prof.Dr.Ir.Suharsono DEA.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Saham Emiten Keluarga Bakrie Mulai Bangkit dari Kubur
-
Eks Tim Mawar Untung Budiharto Kini Bos Baru Antam
-
Sempat Rusak Karena Banjir, Jasa Marga Jamin Tol Trans Sumatera Tetap Beroperasi
-
Banyak Materai Palsu di E-Commerce, Pos Indonesia Lakukah Hal Ini
-
Mendag Dorong Pembentukan Indonesia Belarus Business Council
-
Tekanan Jual Dorong IHSG Merosot ke Level 8.649 Hari Ini
-
Bank Mega Syariah Luncurkan Program untuk Tingkatkan Frekuensi Transaksi
-
Pertemuan Tertutup, Prabowo dan Dasco Susun Strategi Amankan Ekonomi 2025 dan Pulihkan Sumatera
-
Punya Pasar 179,8 Juta Jiwa, RI Bidik Peluang Dagang Lewat FTA Indonesia - EAEU
-
Nilai Tukar Rupiah Melemah pada Senis Sore, Antisipasi Kebijakan Suku Bunga BI