Suara.com - Pandemi segera berlalu, seiring masifnya vaksinasi dan tingginya kesadaran masyarakat dalam menjalankan protol kesehatan. Kehidupan pun kembali normal yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan kegiatan sosial.
Masyarakat sudah rutin menyambangi pusat perbelanjaan, bercengkerama di coffee shop hingga mengagendakan plesiran.
Lalu, dengan kehidupan yang kembali normal, apakah cara kita mengelola uang akan kembali amburadul tanpa perencanaan? Menurut Perencana keuangan dari ZAP Finance, Prita Hapsari Ghozie, krisis yang diakibatkan pandemi setidaknya telah mengajarkan tiga hal dalam pengelolaan uang.
Pertama, perlunya sebuah valuasi dan diversifikasi pemasukan. Hal ini perlu dilakukan supaya disaat tertentu kita bisa bertahan dan tidak hanya mengandalkan dengan satu sumber saja.
Kedua, masyarakat harus bisa melakukan valuasi pengeluaran dan membuat sebuah anggaran. Disaat pandemi seperti saat ini, ada baiknya masyarakat bisa lebih berhemat dan semakin cerdas dalam membelanjakan uang.
Fakta menunjukkan, pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi membuat kita lebih terukur dalam membelanjakan uang. Dan hidup kita ternyata baik baik saja meski tidak plesiran, hang out atau menjalankan perilaku hidup konsumtif penuh pemborosan.
"Memastikan kebutuhan dasar terpenuhi dengan penghasilan yang ada, kemudian juga mengalokasikan untuk tabungan, investasi dan proteksi," terang Prita ditulis Sabtu (30/10/2021).
Ketiga yang tidak kalah penting yakni bisa memprioritaskan dana darurat. Dana darurat ini bisa dibilang telah menjadi penyelamat keuangan banyak keluarga ketika aktivitas ekonomi tiba tiba turun secara drastis.
Penurunan pendapatan keluarga dan pemutusan hubungan kerja menjadi lebih ringan dampaknya ketika dana darurat tersedia.
Baca Juga: Milenial Masih Kesulitan Menyusun Perencanaan Keuangan, Bagaimana Memperbaikinya?
Jika dana darurat sudah terpenuhi dan ada dana lebih, menabung dan berinvestasi bisa dilakukan untuk menjaga rencana masa depan bisa tercapai dengan mudah.
Seperti diketahui, generasi milenial, saat ini mulai rajin berinvestasi dan membentuk dana darurat. Pelajaran lain dari Covid 19 adalah munculnya tradisi baru dalam berinvestasi.
Fakta menunjukkan jumlah investor ritel bertambah signifikan selama pandemi, baik investor saham, reksadana, emas bahkan kripto. Gairah investasi meningkat drastis lantaran generasi milenial mengalami kelebihan likuiditas setelah mengurangi aktivitas plesiran, hang out dan mengurangi belanja yang tidak perlu.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan di masa pandemi Covid-19, jumlah investor pasar modal di tanah air terus bertumbuh. Sampai dengan Juli 2021, investor pasar modal sudah mencapai 5,82 juta. Jumlah itu meningkat 93% secara tahunan yang didominasi oleh investor ritel milenial, atau yang berusia kurang dari 30 tahun.
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira menilai tingginya kesadaran berinvestasi dipicu oleh semakin mudahnya akses masyarakat terhadap produk keuangan. Berkat digitalisasi, investasi semakin mudah dijangkau, berbiaya murah dan simple.
“Digitalisasi meningkatkan literasi dan membawa pemahaman masyarakat kita ke level lebih tinggi. Masyarakat semakin sadar bahwa manajemen keuangan semakin penting untuk menuju ketahanan dan kemandirian finansial,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
BRI, Dari Warisan Perintis Raden Bei Aria Wirjaatmadja Sampai Holding Ultra Mikro
-
Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Kini Tinggal Rp 7.079 Triliun
-
Purbaya Mau Bubarkan Bea Cukai, Kalau Jadi Lebih Baik Mengapa Tidak?
-
Aset Perbankan Syariah Pecah Rekor Tertinggi, Tembus Rp 1.028 Triliun
-
Biar Tak Andalkan Ekspor Mentah, Kemenperin Luncurkan Roadmap Hilirisasi Silika
-
CIMB Niaga Mau Pisahkan Unit Usaha Syariah Jadi BUS
-
Paylater Melejit, OJK Ungkap NPL Produk BNPL Lebih Tinggi dari Kredit Bank
-
Harga Cabai Rawit Merah Mulai Turun, Dibanderol Rp 70.000 per Kg
-
Rupiah Melesat di Senin Pagi Menuju Level Rp 16.635
-
Emas Antam Harganya Lebih Mahal Rp 2.000 Jadi Rp 2.464.000 per Gram