Suara.com - Sebagai salah satu stakeholder yang ikut melakukan standarisasi keamanan pangan dan kemasan pangan di Indonesia, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengaku tidak pernah dilibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam merumuskan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Revisi ini dilakukan khusus untuk menambahkan aturan wajib label bebas Bisfenol A (BPA) terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan Polikarbonat (PC).
“Kami sama sekali tidak dilibatkan dalam rencana revisi pelabelan galon polikarbonat tersebut. Kami hanya mendengar informasi bahwa revisi peraturan itu sudah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Perlu kami sampaikan bahwa BSN juga tidak mengikuti proses harmonisasi rancangan peraturan ini,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional, Hendro Kusumo ditulis Senin (27/12/2021).
Dia mengatakan produk air minum dalam kemasan (AMDK) telah diregulasi oleh Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78/M-IND/PER/11/2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun Secara Wajib.
Menurutnya, SNI yang menjadi dasar pemberlakuan wajib produk AMDK di antaranya SNI 3553:2015 Air mineral.
“SNI tersebut telah menetapkan persyaratan mutu, cara uji. pengambilan contoh dan juga syarat penandaan dari produk air mineral dalam kemasan. Dan syarat penandaan yang diatur dalam SNI tersebut adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Label dan Iklan Pangan," tandasnya.
Tapi, kata Hendro, sejak keluarnya Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, ketentuan tentang pelabelan produk pangan termasuk AMDK sepenuhnya di bawah BPOM.
“Berdasarkan informasi yang kami dengar, peraturan tersebut saat ini dalam proses revisi kembali dengan dikeluarkannya Rancangan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Saat ini, rancangan peraturan tersebut telah melewati masa pemberian tanggapan (batas pemberian tanggapan tanggal 6 Desember 2021) dan selanjutnya diproses ke tahap harmonisasi antar Kementerian/Lembaga oleh Kementerian Hukum dan HAM sebelum ditetapkan,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian juga merasa terkejut mendengar adanya Rancangan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini.
“Kami sama sekali belum mendengar rencana itu. Saya juga terkejut. Jadi, saya pikir kita harus endorse ke teman-teman Badan POM untuk mengkaji ulang rencana kebijakan itu,” ujar Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh, dalam acara diskusi media bertema “Regulasi Kemasan Pangan dan Dampaknya Pada Iklim Usaha dan Perekonomian” yang dilakukan secara daring pada Kamis (2/12) lalu.
Baca Juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, BPOM Temukan Pangan Tak Layak Senilai Rp 860 Juta
Dia mengatakan BPOM harus juga memperhatikan keberatan dari para pelaku industri sebelum mengeluarkan kebijakan itu.
“BPOM harus menyampaikan dulu presentasi secara pro-kontranya. Saya pikir BPOM tidak bisa secara serta merta secara sendiri mengeksekusi regulasi itu,” ucapnya.
Dia menegaskan dalam menyusun kebijakannya, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di Indonesia.
“Ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Apalagi saya mendengar bahwa selama 40 tahun AMDK galon guna ulang ini beroperasi, belum ada kasus orang terganggu kesehatannya gara-gara cemaran BPA dari galon guna ulang ini. Ini seharusnya didengar teman-teman dari BPOM,” tukasnya.
Dalam hal ini, Saifulloh menyampaikan harus melakukan sesuai yang ideal dan real.
“Bukannya kami mengabaikan BPOM. Kecuali kalau sudah ada bukti bahwa sebagian orang meninggal karena minum air galun guna ulang itu, baru mungkin kita pikirkan. Sampai sekarang, saya belum menerima kajian dari BPOM soal itu. Jangan sampai nanti kami kecolongan, sudah terlanjur mendeliver regulasinya, industri malah jadi kelabakan. Sementara, nanti recovery strongers together jadi nggak tercapai. Kalau ini terjadi, nanti malah jadi ngeganjel di beberapa bisnis,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Link DANA Kaget Terbaru Bernilai Rp 434 Ribu, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan!
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
RDN BCA Dibobol Rp 70 Miliar, OJK Akui Ada Potensi Sistemik
-
ESDM Pastikan Revisi UU Migas Dorong Investasi Baru dan Pengelolaan Energi yang Berkelanjutan
-
Penyaluran Pupuk Subsidi Diingatkan Harus Sesuai HET, Jika Langgar Kios Kena Sanksi
-
Tak Mau Nanggung Beban, Purbaya Serahkan Utang Kereta Cepat ke Danantara
-
Modal Asing Rp 6,43 Triliun Masuk Deras ke Dalam Negeri Pada Pekan Ini, Paling Banyak ke SBN
-
Pertamina Beberkan Hasil Penggunaan AI dalam Penyaluran BBM Subsidi
-
Keluarkan Rp 176,95 Miliar, Aneka Tambang (ANTM) Ungkap Hasil Eksplorasi Tambang Emas Hingga Bauksit
-
Emiten PPRO Ubah Hunian Jadi Lifestyle Hub, Strategi Baru Genjot Pendapatan Berulang
-
Penumpang Kereta Api Tembus 369 Juta Hingga September 2025
-
Petrindo Akuisisi GDI, Siapkan Rp 10 Triliun untuk Bangun Pembangkit Listrik 680 MW di Halmahera