Suara.com - Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991 setelah Barat memberlakukan sanksi berat terhadap hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia.
Rubel Rusia telah kehilangan sepertiga nilainya di bursa Moskow sejak Rusia melakukan operasi militer di Ukraina bulan lalu. Ekonomi lokal melemah di bawah tekanan sanksi yang diberlakukan di seluruh dunia sebagai respons atas aksi bersenjata itu.
Dikutip dari kantor berita Antara, rubel Rusia naik tipis terhadap dolar dalam perdagangan di dalam dan luar negeri pada Jumat (12/3/2022, Sabtu pagi WIB), tetapi mengakhiri minggu ketiga dalam kerugian besar, dengan bank sentral sekarang semakin membatasi akses ke mata uang asing.
Presiden Volodymyr Zelenskiy mengatakan Ukraina telah mencapai "titik balik strategis" dalam konflik dengan Rusia, tetapi pasukan Rusia membombardir kota-kota di seluruh negeri yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus". Dan mungkin akan datang kembali ke ibu kota Kyiv.
Pada Jumat (11/3/2022) Presiden Amerika Serikat Joe Biden bergabung dengan Sekutu untuk menyerang Moskow dalam perdagangan dan menutup dana pembangunan, dan mengumumkan larangan impor makanan laut, vodka, dan berlian Rusia.
Rubel ditutup 3,7 persen lebih kuat untuk hari ini terhadap dolar di 114,2525 di bursa Moskow, sedangkan untuk minggu ini, turun 8,1 persen, setelah kehilangan lebih dari 32 persen nilainya selama tiga minggu terakhir.
Tawaran luar negeri ditunjukkan pada 125,50/140 di Refinitiv dan tawaran 135,00 terhadap dolar di EBS.
Mata uang rubel Rusia telah jatuh sebanyak 39 persen tahun ini di Moskow, sementara tawaran luar negeri telah melihat penurunan yang lebih besar, sejauh ini merupakan mata uang dengan kinerja terburuk di dunia tahun ini.
Spread bid/ask yang lebar menunjukkan betapa tidak likuidnya perdagangan di masa sekarang.
Baca Juga: Volkswagen dan Audi Stop Pasarkan Mobil Hybrid, Dampak Konflik Rusia-Ukraina
Goldman Sachs menaikkan perkiraan inflasi Rusia akhir tahun menjadi 20 persen dari 17 persen sebagian karena depresiasi lebih lanjut dari rubel.
"Ini bukan pasar murni, jadi melihat perkiraan sulit untuk mengetahui level sebenarnya," kata Ahli Strategi Mata Uang Rabobank, Jane Foley.
"Prospek (untuk rubel) sepenuhnya tergantung pada apakah ada tempat untuk produksi dan energi Rusia lagi (dalam ekonomi global)," lanjutnya.
Terhadap euro, rubel Rusia naik lebih dari 3,0 persen pada Jumat (11/3/2022) menjadi 121,03 di Moskow setelah mencapai rekor terendah intraday di 132.4175 pada Kamis (10/3/2022). Rubel turun 1,7 persen untuk minggu ini dan 28 persen selama tiga minggu.
Perdagangan di pasar ekuitas sebagian besar tetap ditutup pada Jumat (11/3/2022) atas perintah bank sentral.
Surat kabar bisnis Rusia Vedomosti melaporkan dengan mengutip sumber bahwa bank sentral dan Bursa Moskow berpikir untuk memulai kembali perdagangan sekuritas lokal minggu depan secara bertahap.
Berita Terkait
-
Putin Ingin Lebih Banyak Perundingan Damai dengan Ukraina, Apa Artinya?
-
Ungkit Uni Soviet, Puji-puji Prabowo ke Putin: Rusia Bantu Kita Tanpa Minta Cepat Kembalikan Utang
-
Ulasan Buku Profit First: Revolusi Sistem Keuangan Bisnis yang Praktis
-
Istri Bashar Al-Assad Gugat Cerai, Tak Puas dengan Kehidupan di Moskow dan Ingin ke London
-
Perang Dingin Baru? Rusia Ancam Balas Dendam Atas Pembunuhan Jenderal Igor Kirillov
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya