Suara.com - Harga minyak dunia anjlok 5 persen pada perdagangan hari Rabu, setelah negara-negara konsumen besar mengatakan akan melepaskan minyak dari cadangan untuk melawan pengetatan pasokan.
Kondisi tersebut membuat aksi jual besar-besaran hingga penutupan, meninggalkan Brent dan West Texas Intermediate pada level penutupan terendah sejak 16 Maret 2022.
Mengutip CNBC, Kamis (7/4/2022) mnyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup anjlok USD5,57, atau 5,2 persen menjadi USD101,07 per barel.
Sementara WTI, patokan Amerika Serikat, menyusut USD5,73, atau 5,6 persen menjadi USD96,23 per barel.
Negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) akan melepaskan 120 juta barel dari cadangan strategis untuk mencoba menahan kenaikan harga.
Pelepasan tersebut akan mencakup 60 juta dari Amerika Serikat menurut narasumber yang mengetahui masalah tersebut.
Komitmen itu merupakan bagian dari pengumuman Amerika sebelumnya tentang pelepasan cadangan 180 juta barel.
Itu adalah kedua kalinya IEA melepas cadangan tahun ini dan secara efektif meningkatkan pasokan di seluruh dunia sekitar 2 juta barel per hari selama setidaknya dua bulan ke depan.
Kelompok itu secara kolektif memiliki sekitar 1,5 miliar barel cadangan strategis.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melemah Usai Dolar AS Menguat Selama 4 Hari
Pasar minyak mentah mengalami volatilitas selama berminggu-minggu, dengan harga melonjak karena kekhawatiran pasokan setelah invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi berikutnya terhadap Moskow oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Akhir-akhir ini pasar mengalami kemunduran menyusul pelepasan cadangan bersama dengan kekhawatiran perlambatan permintaan di China, di mana pandemi yang bangkit kembali mendorong penguncian di sejumlah kota termasuk Shanghai.
Pabrik penyulingan China akhir-akhir ini menghindari kontrak baru dengan Rusia, menunjukkan bahwa Beijing lebih berhati-hati untuk tidak secara terang-terangan mendukung Moskow.
Sementara risalah Federal Reserve, merinci bahwa bank sentral AS itu berencana menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan terbarunya, tetapi memilih kenaikan yang lebih kecil karena perang di Ukraina.
Risalah itu menunjukkan pendekatan hawkish bagi The Fed ketika mencoba untuk mengekang inflasi, yang mendorong dolar AS.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sepatu Adidas Diskon 60 Persen di Sports Station, Ada Adidas Stan Smith
- Kronologi Lengkap Petugas KAI Diduga Dipecat Gara-Gara Tumbler Penumpang Hilang
- 5 Moisturizer dengan Alpha Arbutin untuk Memudarkan Flek Hitam, Cocok Dipakai Usia 40-an
- 15 Merek Ban Mobil Terbaik 2025 Sesuai Kategori Dompet Karyawan hingga Pejabat
- 10 Mobil Terbaik untuk Pemula yang Paling Irit dan Mudah Dikendalikan
Pilihan
-
Viral Tumbler Tuku di Jagat Maya, Berapa Sebenarnya Harganya? Ini Daftar Lengkapnya
-
Tidak Ada Nasi di Rumah, Ibu di Makassar Mau Lempar Anak ke Kanal
-
Cuaca Semarang Hari Ini: Waspada Hujan Ringan, BMKG Ingatkan Puncak Musim Hujan Makin Dekat
-
Menkeu Purbaya Mau Bekukan Peran Bea Cukai dan Ganti dengan Perusahaan Asal Swiss
-
4 HP dengan Kamera Selfie Beresolusi Tinggi Paling Murah, Cocok untuk Kantong Pelajar dan Mahasiswa
Terkini
-
Akhirnya Bebas, Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi: Terima Kasih Profesor Dasco
-
Aturan Baru Menkeu Purbaya: Kopdes Merah Putih Jadi Syarat Pencairan Dana Desa
-
Pertama Kalinya di Indonesia, Fitur AI Bisa Analisis Pasar Saham dan Kripto
-
Banjir Ganggu Pasokan BBM di Sumatera, Bahlil: Kita Lagi Putar Otak
-
Banjir Sumatera Dikaitkan dengan Tambang Ilegal, Ini Tanggapan Kementerian ESDM
-
Nilai Tukar Rupiah Merosot Lagi Jumat Petang, Ini Pemicunya
-
IHSG Keok Jelang Akhir Pekan, Saham-Saham Apa Saja yang Tetap Cuan?
-
Lotte Land-Vasanta Group Serah Terima Tepat Waktu Hunian Komersial di Tengah Tren Proyek Molor
-
WNI Pilih Kerja ke Luar Negeri, Purbaya: Kegagalan Kita Ciptakan Lapangan Kerja Dalam Negeri
-
Harita Nickel Masuk Daftar Perusahaan Tambang yang Penuhi Standar Perlindungan HAM