Suara.com - Salah satu perwakilan usaha dari Jerman menyebut kemungkinan kemunculan kerusuhan sosial kecuali ada pembatasan harga energi di negara itu.
"Biaya energi rumah tangga bisa tiga kali lipat di Jerman karena pasokan gas Rusia berkurang," kata para pejabat di sektor energi.
Kepala regulator Badan Jaringan Federal Jerman Klaus Mueller dalam wawancaranya dengan media lokal, RND berharap, masyarakat mengurangi konsumsi energi dan menyimpan uang.
Bahkan, kepala kantor pekerjaan kota Chemnitz --salah satu dari 900 perusahaan publik milik kota yang merupakan bagian utama dari lanskap energi Jerman-- Chemitz berharap adanya langkah lebih.
"Kita harus membantu rumah tangga biasa dan menetapkan batas atas untuk biaya energi," kata Warner kepada Antara.
Dia memperingatkan bahwa tagihan energi tahunan dapat naik dari 1.500 euro (sekitar Rp22,55 juta) menjadi 4.700 euro (sekitar Rp70,66 juta) pada Oktober.
"Jika kita mengalami kerusuhan sosial, negara tidak akan mampu mengatasinya," ujar Warner.
Kementerian energi Jerman belum menanggapi permintaan komentar yang dikirim Reuters setelah jam kerja.
Menteri Energi Jerman Robert Habeck sebelumnya telah menolak seruan untuk pembatasan harga energi di negara bagian.
Baca Juga: Ekonomi Rusia Semakin Membaik Meski Ditekan Sanksi Barat dan AS
Melansir via Antara, Habeck menjelaskan, negara bagian tidak dapat sepenuhnya mengimbangi kenaikan harga dan bahwa upaya untuk pembatasan harga energi akan mengirimkan sinyal yang salah tentang perlunya menghemat energi.
Setelah menikmati kemakmuran dari gas Rusia yang murah selama beberapa dekade, Jerman menghadapi krisis karena Rusia memangkas kembali pasokan gasnya.
Pemerintah negara-negara Barat mengatakan Moskow melakukan langkah itu untuk membalas sanksi yang dijatuhkan pada Rusia atas invasinya ke Ukraina, tetapi Moskow membantah tuduhan itu dengan memberikan alasan mengalami masalah teknis.
Beberapa analis memperingatkan bahwa dukungan publik untuk sanksi keras terhadap Moskow dapat melemah lebih lanjut jika standar hidup masyarakat menurun.
Sebuah jajak pendapat oleh lembaga penelitian sosial Forsa yang diterbitkan pada Rabu (13/7) menemukan kecenderungan bahwa dukungan untuk memboikot gas Rusia telah turun, dari 44 persen responden pada enam minggu lalu menjadi hanya 32 persen sekarang.
Penjualan gas Rusia merupakan sumber utama keuangan untuk tindakan militer, yang Moskow sebut sebagai "operasi khusus" di Ukraina.
Berita Terkait
-
Amerika Desak Rusia Segera Membebaskan Warga Ukraina yang Dipindah Paksa
-
Iran Dilaporkan Kirim Ratusan Pesawat Drone Bersenjata, Bantu Rusia Perang Lawan Ukraina
-
Indonesia Tuan Rumah, Menteri Keuangan Rusia dan Menteri Keuangan Ukraina Dijadwalkan Bertemu Secara Virtual
-
Perusahaan Rusia Bikin Aspal Aroma Stroberi
-
Ekonomi Rusia Semakin Membaik Meski Ditekan Sanksi Barat dan AS
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
Terkini
-
IHSG Loyo di Akhir Perdagangan ke Level 8.300, Diwarnai Aksi Ambil Untung Hari Ini
-
Inovasi Daur Ulang Sampah Plastik BRI Dapat Dukungan Menteri UMKM dan Raffi Ahmad
-
Gubernur BI: Redenominasi Rupiah Perlu Waktu 6 Tahun
-
Hampir Rampung, Ini Kelebihan Kilang Minyak Balikpapan yang dikelola Pertamina
-
Buruh Tolak Kenaikan Upah 3,5 Persen: Masak Naiknya Cuma Rp80 Ribu
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
Jamkrindo Catatkan Laba Sebelum Pajak Rp 1,28 Triliun Hingga Oktober 2025
-
Sumbang PDB 61 Persen, UMKM RI Harus Naik Kelas
-
Kementerian UMKM Buka-bukaan Harga Satu Balpres Baju Thrifting
-
Serahkan Rp 6 Triliun ke BSN, BTN Akan Terbitkan Obligasi Untuk Tambah Modal