Suara.com - Harga minyak dunia melambung lebih dari USD5 pada perdagangan hari Senin, didorong pelemahan dolar dan ekspektasi Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga 100 poin persentase pada pertemuan berikutnya untuk memerangi inflasi.
Mengutip CNBC, Selasa (19/7/2022) minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman September, patokan internasional, ditutup melonjak USD5,11, atau 5,1 persen menjadi USD106,27 per barel, setelah melesat 2,1 persen pada sesi Jumat pekan lalu.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus, melejit USD5,01, atau 5,1 persen menjadi USD102,60 per barel setelah menguat 1,9 persen di sesi sebelumnya.
Jumat, dua pejabat Federal Reserve mengindikasikan bank sentral kemungkinan hanya akan menaikkan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan 26-27 Juli. Laporan sebelumnya bahwa Fed sedang mempertimbangkan keputusan 100 basis poin mendorong kejatuhan pasar pekan lalu.
Dolar AS mundur dari level tertinggi multi-tahun, Senin, mendukung harga komoditas. Depresiasi dolar membuat komoditas berdenominasi greenback lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
"Lonjakan hari ini (Senin) sebagian besar didorong pelemahan dolar AS yang cukup besar dan berbasis luas yang memberikan sokongan utama di balik pergeseran harga minyak harian selama beberapa minggu terakhir," kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.
Brent dan WTI pekan lalu mencatat penurunan mingguan terbesar dalam satu bulan.
Pasokan minyak tetap ketat. Sesuai ekspektasi, perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi tidak menghasilkan janji apa pun dari produsen utama OPEC itu untuk meningkatkan pasokan minyak.
Biden ingin produsen minyak Teluk meningkatkan output untuk membantu menurunkan harga minyak.
Eksportir gas Rusia, Gazprom, menyatakan force majeure pada pasokan gas ke Eropa untuk setidaknya kepada satu pelanggan utama berpotensi meningkatkan konflik antara Moskow dan Eropa.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 2,5 Persen Usai Biden Minta Arab Saudi Tingkatkan Produksi
Itu menambah dukungan pada harga minyak, karena trader melihatnya berpotensi sebagai pendahuluan dari tindakan Rusia untuk menggunakan energi sebagai senjata.
"Risiko jelas lainnya adalah Rusia akan lebih jauh memangkas pasokan energi ke Eropa untuk mencoba meningkatkan pembiayaan dalam mendukung perang di Ukraina dan penerapan sejumlah sanksi," kata Helima Croft, Head of Global Commodity Strategy RBC Capital Markets.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
Terkini
-
Pemerintah Pusat Siap Jadi 'Bankir' Pemda dan BUMN Jika Kekurangan Duit
-
Menko Airlangga Sebut Ekonomi Indonesia Solid: Investasi Tembus Rp1.434 T, Konsumsi Tetap Kuat
-
Sentimen The Fed Tahan IHSG di Bawah Resistance 8180
-
Aceh Sedot Investasi Rp3,58 Triliun, Investor Lokal Merajai
-
Walhi Soroti Proyek Jalan Trans Halmahera yang Dinilai Berpihak Pada Korporasi Tambang Nikel
-
4 Fakta Motor Rusak Gegara Isi Pertalite di Jatim: Pertamina Rilis Hasil Investigasi
-
Viral Motor Brebet Usai Isi Pertalite di Jatim, Ini Respon Pertamina Patra Niaga
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!