Suara.com - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) DPD Bustami Zainudin meminta negara tidak boleh tunduk dan kalah dengan para obilgator BLBI yang jelas-jelas mempunyai hutang kepada rakyat Indonesia.
Karena itu, pemerintah demi rakyat harus memperkuat taringnya dengan mewajibkan para obligor membayar utangnnya.
“Saya kira, negara tidak boleh kalah dengan obligor BLBI yang sejak lama menikmati fasilitas negara,” tegas Bustami ditulis Sabtu (10/6/2023).
Sebelumnya, DPD RI membentuk Pansus BLBI Jilid II Tahun 2022-2023 yang beranggotakan Pangeran Syarif Abdurrahman (Kalsel), Bustami Zainudin (Lampung), Fahira Idris (DKI Jakarta), Evi Apita Maya (NTB), Tamsil Linrung (Sulsel), Evi Zainal Abidin ( Jatim) dan Amaliah ( Sumsel).
Menurutnya, BLBI ini merupakan bentuk penjarahan uang rakyat. Karena itu, wajib hukumnya bagi para obligor ini membayar utang mereka.
Apalagi, sudah 25 tahun sejak 1988-2023 mereka menikmati kemurahan hati Negara. Kalau negara tidak serius mengejar para obligor ini, negara tidak adil terhadap rakyatnya.
“Dan kalau rakyat tidak terima, bisa bahaya,” tegasnya.
Bustami menegaskan, praktik curang 'obligor' BLBI ini telah menjadikan BLBI sebagai skandal keuangan terbesar dalam sejarah negara ini.
Hal ini memberatkan keuangan negara. Sebab hingga detik ini, pemerintah terus menanggung beban bunga yang ditimbulkan dari pemberian fasilitas BLBI ini.
Baca Juga: Mahfud MD Diminta Hati-hati Umumkan Nilai Sitaan Aset BLBI
Sayangnya lanjut Bustmi, setiap kali upaya penyelesaian perkara BLBI digulirkan, negara seolah tak berdaya lantaran prosesnya selalu tak maksimal. Selain itu, sebagian obligor BLBI lari ke negeri jiran.
“Jadi, para elit, baik eksekutif maupun politik, tak pernah tuntas menyelesaikan perkara ini sampai ke akar-akarnya,” imbuhnya.
Tak heran, hampir 25 tahun berlangsung, dihitung sejak bantuan itu dikucurkan, perkara ini seolah timbul tenggelam. Bahkan, kalau melihat perkembangan perkara belakangan, para obligor maupun debitur BLBI justru diberi karpet merah oleh pemerintah.
“Itu kan adalah uang rakyat. Saat ini rakyat sedang susah. Jadi, mereka harus bayar utagnya,” jelasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho, mengatakan skandal BLBI Gate merupakan penjarahan uang rakyat secara besar-besaran oleh para elit.
Karena itu, negara wajib bekerja maksimal agar uang negara yang dijarah itu dikembalikan ke kas negara. Hardjuno mengatakan fasilitas BLBI yang diterima oleh para obligor ini sebenarnya uang rakyat diambil dari pajak.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi
-
Ekonomi RI Melambat, Apindo Ingatkan Pemerintah Genjot Belanja dan Daya Beli
-
Pakar: Peningkatan Lifting Minyak Harus Dibarengi Pengembangan Energi Terbarukan
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen, Menko Airlangga: Jauh Lebih Baik!