Suara.com - Pembahasan soal negara gagal sistemik ramai diperbicangkan setelah Indonesia masuk dalam kategori tersebut. Lantas apa itu negara gagal sistemik?
Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mendefinisikan negara gagal sistemik sebagai negara dengan pembayaran bunga utang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kesehatan.
“Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022: Biaya Kesehatan Rp176,7 T; Bunga pinjaman: Rp386,3 Tr. UN Chief, António Guterres mengatakan, negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik,” cuit Anthony dalam akun Twitter pribadinya sepekan lalu.
Pernyataan itu, dia barengi dengan sebuah video yang menampilkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres tengah menyampaikan indikator dari kegagalan sebuah negara.
Lewat video tersebut, Antonio berujar bahwa 3,3 miliar orang atau hampir separuh dari populasi dunia tinggal di negara-negara yang membelanjakan anggaran untuk pelunasan bunga utang alih-alih kesehatan atau pendidikan. Keadaan ini disebut oleh Antonio Guterres sebagai negara gagal sistemik.
Kementerian Keuangan pun buka suara terkait penilaian Anthony Budiawan tersebut. Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan pernyataan Anthony tidak tepat.
Pasalnya apabila ditotal, anggaran pendidikan dan kesehatan Indonesia pada 2022 mencapai Rp649,3 triliun atau lebih tinggi dari belanja bunga Rp386,3 triliun. Anggaran kedua sektor ini pun naik pada 2023 2023 hingga mencapai Rp791 triliun.
Dengan demikian, jika ukuran negara gagal sistemik adalah akumulasi belanja kesehatan dan pendidikan dibandingkan dengan belanja bunga, maka posisi Indonesia jauh dari negara gagal sistemik.
Terlebih, ekonomi Indonesia tumbuh positif di atas 5% dalam enam kuartal berturut-turut. Di samping itu, Indonesia juga sukses dalam konsolidasi fiskal yang didukung dengan pendapatan yang solid.
Baca Juga: Daftar Negara Gagal Versi PBB, Benarkah Indonesia Termasuk?
Buktinya, Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) juga mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023.
Dengan bukti-bukti tersebut, Yustinus Prastowo menyebutkan sangat tidak tepat jika Indonesia disebut sebagai negara gagal sistemik. Terlebih sepanjang sejarah, Indonesia tidak pernah gagal membayar utang.
Demikian penjelasan seputar apa itu negara gagal sistemik yang sedang ramai diperbincangkan.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
Express Discharge, Layanan Seamless dari Garda Medika Resmi Meluncur: Efisiensi Waktu dan Pembayaran
-
COP30 Brasil: Indonesia Dorong 7 Agenda Kunci, Fokus pada Dana dan Transisi Energi
-
Redenominasi Rupiah Bikin Harga Emas Makin Mentereng? Ini Kata Pengamat
-
Rapel Gaji PNS dan PPPK Mulai Cair November? Cek Mekanismenya
-
637 Ambulans BRI Peduli Telah Hadir, Perkuat Ketahanan Layanan Kesehatan Nasional
-
MIND ID Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Hilirisasi Bauksit
-
Mengapa Bunga Pindar jadi Sorotan KPPU?
-
Rekomendasi Tempat Beli Perak Batangan Terpercaya
-
Old Money Ilegal Disebut Ketar-ketir Jika Menkeu Purbaya Terapkan Kebijakan Redenominasi
-
Fintech Syariah Indonesia dan Malaysia Jalin Kolaborasi, Dorong Akses Pembiayaan Inklusif