Suara.com - Diungkapkan Tokoh Senior Sawit, Maruli Gultom, ada beberapa alasan kenapa harus memilih Paslon 03 Ganjar-Mahfud, pertama, diyakini yang mampu memikul beban penyelesaian masalah sektor sawit hanya nomor 3 Paslon Ganjar-Mahfud.
“Jadi saya memetik hikmahnya, sawit itu untuk Republik ini ibarat ayam bertelur emas, namun sayangnya Industri sawit ini terus menerus dipersulit,” katanya saat Preskon Petani Sawit Rakyat Dukung Ganjar-Mahfud, yang diadakan
InfoSAWIT dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) ditulis Senin (5/2/2024).
Lebih lanjut tutur Maruli, industri sawit tidak diganggu saja pastinya akan bisa berkembang dengan sendirinya.
“Biasanya kami di perusahaan sawit melakukan short analyzing, kebijakan pemerintah Indonesia itu semestinya masuk ke segi opportunity, namun faktanya government regulation justru menjadi ancaman,” kata Maruli.
Padahal dari sektor kelapa sawit, pemerintah telah memperoleh keuntungan berupa pajak. Dan saat ini bahkan sektor sawit telah menerapkan kebijakan moratorium sawit dan tidak ada ijin bari dibuat untuk sektor sawit.
Lantas kedua, kata Maruli, komposisi lahan di Indonesia sebanyak 41 persen adalah dikelola oleh petani sawit kecil. Sebab itu dana yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) 40 persen itu sejatinya berasal dari petani.
"Kalau memang mau digunakan untuk sektor sawit maka harusnya 40 persen disalurkan ke petani, jangan didominasi ke pengusaha sawit besar, sekarang berapa besar petani sawit menerima dana dari BPDPKS itu, jangan dana itu dirampok buat yang lebih kaya, ini jadi kacau,” katanya.
Ketiga, kata Maruli, petani sawit kecil kecil itu untuk bisa segera memenuhi legalitas lahannya, sehingga semua bisa tertib, apa yang sudah ada sekarang harus dijaga, bila memang di lokasi sawit masuk status kawasan hutan, statusnya bisa di ubah, supaya lahan tersebut menjadi sah.
Sementara diungkapkan Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Mahfud, Danang Girindrawardana, sektor sawit di Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian negara, menjadi andalan ekspor CPO dan turunannya. Saat ini, 40 persen dari komposisi industri ini dipegang oleh petani, sedangkan sisanya dikuasai oleh perkebunan sawit besar dan perkebunan sawit milik negara.
Baca Juga: Ganjar Dicurhati Petani: Kalau Hanya Menanam Singkong Kami Jagonya
Meskipun potensinya besar, produksi sawit Indonesia cenderung menurun, dan produktivitas lahan petani masih rendah. Beberapa kendala, seperti kebijakan minyak goreng sawit yang masih menjadi masalah, turut memperumit situasi.
Kata Danang, masalah produktivitas dan keberlanjutan industri sawit Indonesia menjadi isu yang terus menerus muncul. Penyelesaian yang menyeluruh belum pernah diimplementasikan, dan hakhak petani dan perkebunan besar seringkali belum terpenuhi. Persoalan terkait kawasan hutan dan legalitas juga kerap muncul, menciptakan ketegangan dengan pemerintah.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini dapat melibatkan kementerian terkait untuk bekerja sama mencari titik temu. Perlu adanya upaya menyeluruh yang tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga stakeholder industri sawit, termasuk petani, perkebunan besar, dan lembaga terkait.
Penerapan tax amnesty bisa menjadi salah satu langkah yang efektif, asalkan ada kemauan politik untuk melaksanakannya. Pemerintahan yang terbuka terhadap tax amnesty dapat memberikan insentif kepada pelaku industri sawit, baik petani maupun perkebunan besar, untuk melakukan reformasi kebijakan.
“Pentingnya melibatkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menentukan reformasi kebijakan dalam industri sawit tidak bisa diabaikan. Pemimpin seperti Ganjar-Mahfud dapat memainkan peran kunci dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya memperbaiki kredibilitas Indonesia dalam industri ini, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.
Lebih lanjut kata Danang, kedepan pihaknya juga akan memperkuat keberadaan lembaga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) dengan meningkatkan kredibilitas yang lebih tinggi, termasuk mampu mengelola sistem manajemen, terutama di sektor hulu dan menengah, dengan sinergi bersama kementerian terkait.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Ramalan Menkeu Purbaya Jitu, Ekonomi Kuartal III 2025 Melambat Hanya 5,04 Persen
-
OJK: Generasi Muda Bisa Bantu Tingkatkan Literasi Keuangan
-
Rupiah Terus Amblas Lawan Dolar Amerika
-
IHSG Masih Anjlok di Awal Sesi Rabu, Diproyeksi Bergerak Turun
-
Sowan ke Menkeu Purbaya, Asosiasi Garmen dan Tekstil Curhat Importir Ilegal hingga Thrifting
-
Emas Antam Merosot Tajam Rp 26.000, Harganya Jadi Rp 2.260.000 per Gram
-
BI Pastikan Harga Bahan Pokok Tetap Terjaga di Akhir Tahun
-
Hana Bank Ramal Dinamika Ekonomi Dunia Masih Panas di 2026
-
Trend Asia Kritisi Proyek Waste to Energy: Ingatkan Potensi Dampak Lingkungan!
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?