Suara.com - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) secara tegas menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diusulkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji melihat adanya pelanggaran norma konstitusi yang dilakukan Menkes dalam merancang RPMK dengan mengabaikan mandat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang seharusnya menjadi acuan.
"Kami mensinyalir Menkes memang sengaja melanggar konstitusi dalam membuat RPMK. Apakah Pak Menkes sudah 'masuk angin' karena ada titipan dari pihak tertentu? Atau ada pihak tertentu yang cawe-cawe RPMK? Sejatinya Pak Menkes bekerja untuk pihak asing atau bekerja untuk rakyat Indonesia," ujarnya seperti yang dikutip Rabu (9/10/2024).
Agus menegaskan bahwa seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Di mana, wacana kebijakan tersebut sebelumnya tidak diatur dalam PP 28/2024.
DPN APTI juga mencatat sejumlah kejanggalan dalam RPMK, seperti jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi kemasan yang tidak sesuai amanat PP 28/2024. Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun sejak PP diundangkan, yaitu pada Juli 2026.
"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024, yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standardisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan, dalam waktu 1 tahun sejak PP 28/2024 diundangkan, yaitu Juli 2025," beber dia.
Sementara itu, Ketua APTI DIY, Triyanto menyatakan bahwa kemasan rokok polos tanpa merek pada dasarnya menimbulkan dilema. Di satu sisi, pihaknya menolak karena kebijakan tersebut akan merugikan banyak pihak. Apalagi, konsumen tidak akan tahu spesifikasi produk, seberapa berbahaya atau tidak.
Selain itu, ia menekankan bahwa kebijakan ini justru bisa membuka peluang pemalsuan produk rokok hingga penyebaran rokok ilegal. "Pemerintah juga akan dirugikan karena potensi kehilangan pendapatan cukai," ujar Triyanto.
Oleh karenanya, Triyanto mengimbau pemerintah agarbijaksana dalam mengeluarkan kebijakan, terutama dalam melindungi petani, produsen, dan buruh. Ia menjelaskan bahwa tembakau adalah salah satu komoditas yang memberikan kontribusi besar bagi pendapatan negara.
Baca Juga: Nasib Buruh Rokok Daerah Terancam, Tolak Keras Aturan Baru di Tengah Isu PHK
"Devisa terbesar negara salah satunya berasal dari tembakau, namun sayangnya harga tembakau belum diatur dengan jelas seperti padi dan kedelai. Bila petani tembakau dialihkan ke komoditas lain, belum ada komoditas penggantinya yang cocok ditanam di ladang tembakau," kata dia.
Menurut Triyanto, tembakau merupakan tanaman yang tumbuh di musim kemarau, dan tidak semua komoditas pertanian dapat ditanam di lahan yang sama.
Dia melanjutkan, belum ada komoditas lain yang nilainya lebih besar dari tembakau, terlebih saat musim kemarau. Menurutnya, petani tembakau sejahtera dan punya hak mempertahankan sumber penghidupannya.
"Ini menunjukkan bahwa kebijakan yang memaksa petani untuk beralih ke tanaman lain tanpa mempertimbangkan kondisi lokal hanya akan menambah beban petani," tuturnya.
Triyanto berharap agar pemerintah lebih berpihak dan melindungi para petani tembakau. Alih-alih mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh, kebijakan yang diusulkan seperti kemasan rokok polostanpa merek justru menekan petani.
"Pemerintah harus bisa melindungi semua pihak petani, buruh, dan produsen. Kebijakan yang menekan industri hasil tembakau akan berimbas pada banyak sektor, termasuk petani," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Terus Salurkan Bantuan, BRI Gelar Trauma Healing untuk Anak-anak Terdampak Banjir di Sumatera
-
OSL Group Perkuat Jejak Global, Bawa Standar Kepatuhan Hong Kong ke Pasar Kripto RI
-
Efek Domino Logam Mulia, Harga Minyak Dunia Melandai
-
OJK Pastikan Likuiditas Perbankan Masih Tetap Kuat di Tahun 2026
-
Harga Emas Antam Terjun Bebas Hari ini, Dibanderol Rp 2,5 Juta per Gram
-
Rupiah Perkasa di Selasa Pagi, Tembus Level Rp 16.781
-
IHSG Memerah di Perdagangan Terakhir 2025, Cek Saham-saham Ini
-
PPRE Raih Kontrak Baru di Penghujung Tahun Senilai Rp 1,2 Triliun
-
Merger BUMN Berlanjut 2026, Targetnya Karya dan Transportasi
-
OJK Lirik Pekerja Informal untuk Masuk Dana Pensiun