Suara.com - Baru tiga hari menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sudah harus mendapatkan kabar tak sedap soal industri tekstil nasional. Pasalnya, PT Primissima (Persero), salah satu perusahaan BUMN tekstil terkemuka di Indonesia, terpaksa melakukan PHK massal terhadap 402 karyawannya.
Keputusan pahit ini diambil setelah perusahaan mengalami penurunan produksi yang drastis akibat berbagai faktor, seperti persaingan global yang semakin ketat dan perubahan tren konsumen.
Kondisi keuangan perusahaan yang semakin memburuk membuat manajemen tidak memiliki pilihan lain selain melakukan PHK.
PHK massal ini bukan hanya menjadi pukulan bagi para karyawan yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga berdampak pada perekonomian daerah dan nasional.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap masalah ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk membantu para pekerja yang terkena PHK.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Sutiasih menuturkan pada 10 September 2024 kemarin PT Primissima menginformasikan soal PHK massal tersebut.
"Penandatanganan perjanjian bersama atau PB terkait dengan PHK karyawan sebanyak 402 orang dilakukan kemarin 14-18 Oktober 2024," kata Sutiasih di Kantor Pemkab Sleman, Senin (21/10).
Perjanjian Bersama PHK 402 karyawan ini, lanjut Sutiasih, nantinya akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Sleman agar statusnya mengikat, sehingga janji perusahaan menyangkut hak-hak karyawan kena PHK bisa dipenuhi.
Dalam Perjanjian Bersama PHK tersebut pihak perusahaan berjanji akan memenuhi hak-hak para karyawan paling lambat 31 Desember 2025.
Baca Juga: Pengangguran Disabilitas: Kinerja Jokowi dan Harapan untuk Pemimpin Baru
PHK massal ini menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama bagi para karyawan yang kini kehilangan mata pencaharian. Mereka harus berjuang keras untuk mencari pekerjaan baru di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Krisis keuangan yang berkepanjangan menjadi penyebab utama kebangkrutan perusahaan ini.
Upaya penyelamatan perusahaan melalui penjualan aset juga tidak membuahkan hasil yang signifikan. Alhasil, PHK massal menjadi langkah terakhir yang harus diambil oleh manajemen perusahaan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Gebrakan Menkeu Baru Salurkan Rp 200 T ke Bank Himbara, Apa Dampaknya?
-
Prospek EMAS: Saham Anak Usaha Merdeka Copper Gold (MDKA) Resmi IPO
-
Daftar Menteri Keuangan Indonesia Sejak Era Soekarno sampai Prabowo
-
Sinyal Kuat Menkeu Baru, Purbaya Janji Tak Akan Ada Pemotongan Anggaran Saat Ini
-
Lampung Jadi Pusat Energi Bersih? Siap-Siap Gelombang Investasi & Lapangan Kerja Baru
-
Dirut Baru Siap Bawa Smesco ke Masa Kejayaan
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Di Tengah Badai Global, Pasar Obligasi Pemerintah dan Korporasi Masih jadi Buruan
-
Telkomsel, Nuon, dan Bango Kolaborasi Hadirkan Akses Microsoft PC Game Pass dengan Harga Seru
-
Sosok Sara Ferrer Olivella: Resmi Jabat Kepala Perwakilan UNDP Indonesia