Suara.com - Pelaku usaha hingga pedagang mendesak agar wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) harus dibatalkan, mengingat besarnya dampak terhadap industri hasil tembakau serta ekosistem di dalamnya terhadap perekonomian regional maupun nasional.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menggarisbawahi proses perumusan wacana kebijakan seharusnya berbasis data dan melibatkan seluruh pihak terkait.
Namun, nyatanya proses perumusan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Permenkes tidak memilki kajian yang mendalam serta tidak melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait di sektor tembakau.
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat merugikan banyak pihak, mulai dari petani, pekerja, hingga toko kelontong kecil yang bergantung pada penjualan rokok untuk menggerakan usahanya.
"Bagaimana nasib toko kelontong yang menjadi mata pencaharian utama pedagang kecil jika aturan ini disahkan? Bisa terdampak serius jika kebijakan ini disahkan,” ujar Adik dalam diskusi media bertajuk “Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru” di Jakarta, seperti dikutip Kamis (7/11/2024).
Menurutnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menekan industri hasil tembakau secara serampangan melalui berbagai kebijakan tanpa adanya kajian solid.
Belum selesai dengan PP 28/2024, muncul lagi rencana kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. Padahal, selama ini pihaknya kerap memberikan pelatihan tentang pentingnya branding bagi pelaku usaha.
"Karena brand bukan sekadar identitas, tetapi juga alat untuk mencegah pemalsuan. Tanpa identitas merek yang jelas, potensi pemalsuan produk meningkat dan mendorong peredaran rokok ilegal, yang justru akan merugikan pemerintah dan masyarakat," imbuh dia.
Jawa Timur (Jatim) sendiri, kata Adik, sangat bergantung pada kontribusi industri hasil tembakau. Berdasarkan data, pendapatan daerah dari pajak rokok mencapai Rp19,6 triliun, dengan kontribusi dari industri tembakau sekitar Rp12 triliun. Di Jatim sendiri, tingkat penyerapan tenaga kerja untuk penyandang disabilitas pada industri hasil tembakau mencapai 4%, jauh di atas ketentuan nasional yang hanya 1%.
Baca Juga: Industri Tembakau Tertekan, Pengusaha Daerah Surati Prabowo Batalkan Kebijakan Rokok Baru
Bagi Adik, kebijakan yang terlalu membatasi industri hasil tembakau akan berdampak langsung pada masyarakat. Selain itu, Jawa Timur memiliki lahan tembakau seluas 200 hektare yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja di sektor pertanian. Karenanya, jika pemerintah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi 8%, lapangan pekerjaan di sektor pedesaan perlu ditingkatkan.
"Tembakau menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar dalam perputaran ekonomi di pedesaan. Dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, petani dan buruh tani dapat memperoleh penghasilan yang cukup, sehingga roda ekonomi dapat berputar dengan baik," ungkap Adik.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, juga memberikan pandangan serupa terhadap penerapan Rancangan Permenkes terkait rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Ia menilai, kebijakan tersebut perlu dibatalkan karena berdampak besar bagi pedagang pasar. Regulasi ini, menurut Mujiburrohman, dapat mendorong peredaran rokok ilegal di pasar tradisional, yang pada akhirnya justru akan menurunkan omzet pedagang.
Saat ini, pendapatan pedagang sudah menurun akibat downtrading, yaitu peralihan konsumen ke rokok yang lebih murah. Ditambah dengan potensi masuknya rokok ilegal, pedagang semakin khawatir omzet mereka akan turun lebih jauh.
Tidak hanya itu, Mujiburrohman menambahkan bahwa pedagang pasar belum dilibatkan dalam perumusan aturan ini. Ia pun mengusulkan agar regulasi tersebut dikaji ulang dan disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang diemban oleh kementerian terkait. Menurutnya, Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Keuangan memiliki peran yang berseberangan, tetapi saling melengkapi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
YES 2025: Ajak Anak Muda Berani Memulai Usaha, Waktu Menjadi Modal Utama
-
YES 2025: Berbagi Tips Investasi Bagi Generasi Muda Termasuk Sandwich Generation
-
Youth Economic Summit 2025 : Pentingnya Manfaat Dana Darurat untuk Generasi Muda
-
Kapan Bansos BPNT Cair? Penyaluran Tahap Akhir Bulan November 2025, Ini Cara Ceknya
-
Youth Economic Summit 2025: Ekonomi Hijau Perlu Diperkuat untuk Buka Investasi di Indonesia
-
Apa Itu Opsen Pajak? Begini Perhitungannya
-
Suara Penumpang Menentukan: Ajang Perdana Penghargaan untuk Operator Bus Tanah Air
-
Youth Economic Summit 2025: Peluang Industri Manufaktur Bisa Jadi Penggerak Motor Ekonomi Indonesia
-
Kapan Kenaikan Gaji Pensiunan PNS 2025 Cair? Ini Kata Kemenkeu dan Realitanya
-
Youth Economic Summit (2025) : Indonesia Diminta Hati-hati Kelola Utang