“Kebutuhan energi yang besar dalam smelter apabila digantikan dengan energi baru terbarukan (EBT) tentu akan menciptakan Green Jobs tidak hanya di smelter itu sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan EBT di smelter, diperlukan berbagai manufaktur yang menghasilkan EBT. Misalnya, manufaktur solar panel, wind turbine, dan manufaktur low carbon lainnya,” ujar Reza Rahmaditio, Critical Minerals Transition Project Lead WRI Indonesia.
Dengan kata lain, hilirisasi nikel ini berpotensi tidak hanya untuk produksi nikel, tapi sebenarnya hilirisasi nikel ini bisa memberikan spill over effect pada industri-industri pendukung, terutama industri smelter.
Rantai pasok nikel secara keseluruhan disoroti oleh Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI). Dia mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan nikel Indonesia. Salah satunya paspor baterai yang harus dimiliki nikel Indonesia apabila ingin jalan-jalan ke Eropa, yaitu ESG. Padahal, Indonesia belum memiliki regulasi ESG untuk minerba.
Tantangan ini senada dengan hasil studi Koaksi Indonesia yang menunjukkan bahwa hilirisasi nikel berimplikasi terhadap risiko bisnis. Standar keberlanjutan tertentu yang diterapkan Amerika Serikat dan Uni Eropa misalnya akan menyebabkan nikel Indonesia sulit menembus dua pasar itu.
Dengan situasi saat ini, Meidy dan APNI menegaskan perlunya mencari solusi bersama.
"April tahun ini, kami akan menggandeng Responsible Mining Initiatives (RMI), Nickel Institute, pakar-pakar dunia untuk melihat. Jangan membuat daftar yang hanya sesuai untuk Eropa karena beda sekali prosesnya. Kami harus meng-handle 300 tambang yang ada di kepulauan. Tentu, efeknya ada pekerjaan baru, namun perlu ada training yang proper, tunjangannya sudah layak belum, apakah sudah comply dengan kehidupan mereka di sana?” ungkap Meidy.
Sementara untuk tantangan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, Meidy mengajak untuk mencari solusi bersama terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) pada Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 36 Tahun 2023. Meidy menyampaikan juga, dalam menetapkan RKAB bagi perusahaan tambang nikel, pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan permintaan dari industri smelter, namun perlu melihat perkembangan harga dan demand nikel global.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- 5 Fakta SUV Baru Mitsubishi: Xforce Versi Futuristik, Tenaga di Atas Pajero Sport
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Mahasiswi IPB Jadi Korban Pengeroyokan Brutal Sekuriti PT TPL, Jaket Almamater Hangus Dibakar
Pilihan
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
-
Kerugian Garuda Indonesia Terbang Tinggi, Bengkak Rp2,42 Triliun
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
Terkini
-
AgenBRILink LQQ, Wujud Nyata Inklusi Keuangan BRI di Bengkulu Utara
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
DPR Kaji Ulang Status Pejabat BUMN, Bakal Kembali Jadi Penyelenggara Negara?
-
Kementerian BUMN Akan Jadi Badan Penyelenggara BUMN
-
Viral Proyek Yve Habitat Mangkrak Bikin Geram Konsumen, Pengembang Buka Suara
-
Dunia Pekerjaan Makin Canggih Tapi Lulusan Ilmu Komputer Banyak Menganggur, Apa Penyebabnya?
-
Buruh Girang Menkeu Purbaya Pertimbangkan Penurunan Cukai Hasil Tembakau
-
Wamen Nezar Ungkap 4 Fokus dalam Peta Jalan Pengembangan AI di Indonesia
-
Heboh RDN Dibobol, SIPF Pastikan Investor Punya Jaring Pengaman
-
Pemerintah Andalkan AI Jadi Mesin Ekonomi Baru Indonesia