Suara.com - Nilai tukar rupiah melemah signifikan terhadap dolar AS pada awal perdagangan Kamis (4/4). Rupiah dibuka turun 59 poin atau 0,36 persen ke level Rp16.772 per dolar AS, dari posisi sebelumnya di Rp16.713 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi di tengah tekanan ekonomi global yang semakin besar setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap mitra dagangnya.
Menurut Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, rupiah menghadapi tekanan berat sebagai dampak langsung dari kebijakan tarif resiprokal AS.
“Indonesia (mendapatkan tarif) 32 persen. Rupiah bakalan tertekan berat sebagai salah satu negara yang dikenakan tariff reciprocal besar,” kata Lukman, dikutip via ANTARA di Jakarta, pada Kamis (3/4/2025).
Donald Trump secara resmi mengumumkan kebijakan tarif balasan terhadap negara-negara mitra dagang AS. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah AS untuk memangkas defisit perdagangan global yang selama ini menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan ekonomi Trump.
Di antara langkah paling kontroversial adalah penerapan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap seluruh impor mobil yang dibuat di luar AS.
Keputusan Trump ini mengejutkan banyak pihak karena cakupan tarif yang dikenakan sangat luas, termasuk kepada sejumlah negara yang selama ini memiliki hubungan dagang strategis dengan AS. Selain Indonesia, negara-negara seperti China, Vietnam, Thailand, Jepang, dan Uni Eropa juga terkena dampak dari kebijakan tarif ini.
Dengan sentimen negatif yang berkembang di pasar, rupiah diperkirakan masih akan terus bergerak dalam tren pelemahan. Lukman memperkirakan nilai tukar rupiah pada hari ini akan bergerak dalam kisaran Rp16.600 hingga Rp16.900 per dolar AS.
“Rupiah diperkirakan akan kembali melemah hari ini, besar kemungkinan akan volatile dan melibatkan intervensi BI (Bank Indonesia). Indeks dolar AS terpantau volatile menyusul kebijakan tarif imbal balik Trump yang sedang diumumkan terlihat lebih agresif dari yang diperkirakan. Sentimen pasar saat ini sangat negatif dan risk off, BI akan intervensi," kata Lukman.
Selain itu, indeks dolar AS juga mengalami volatilitas tinggi akibat pengumuman kebijakan tarif ini. Pasar global saat ini dalam mode risk-off, di mana investor lebih memilih aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS. Hal ini semakin memperburuk tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Baca Juga: Warga Jabar yang Taat Pajak Jangan Iri karena Tak Dapat Pemutihan, Dedi Mulyadi Siapkan Surprise
BI diperkirakan akan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan obligasi untuk meredam pelemahan lebih lanjut. Intervensi ini biasanya dilakukan melalui penjualan cadangan devisa atau pembelian obligasi pemerintah guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
Kenaikan tarif yang diberlakukan Trump tidak hanya mempengaruhi nilai tukar rupiah, tetapi juga berpotensi menghambat ekspor Indonesia ke AS. Dengan tarif 32 persen, barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar AS akan menjadi lebih mahal, sehingga daya saing produk Indonesia dapat menurun.
Selain itu, investor asing kemungkinan akan bersikap lebih berhati-hati dalam berinvestasi di Indonesia. Ketidakpastian global yang meningkat akibat kebijakan proteksionisme AS dapat memicu arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Para pelaku pasar kini menantikan langkah-langkah lanjutan dari pemerintah Indonesia dan BI dalam menghadapi dampak dari kebijakan tarif ini. Jika tekanan terus berlanjut, pemerintah kemungkinan harus mempertimbangkan kebijakan fiskal atau moneter tambahan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dengan sentimen global yang masih negatif, rupiah diperkirakan akan tetap berada dalam tekanan dalam beberapa waktu ke depan. Langkah intervensi dari BI serta kebijakan mitigasi dari pemerintah akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan rupiah selanjutnya.
Berita Terkait
-
Donald Trump Resmi Umumkan Tarif Baru, Ekonomi Indonesia Terancam Kena Dampak!
-
Rupiah Melemah, Kredit Macet Perbankan Bakal Tertekan
-
Diskon Tarif Tol Trans Jawa Bikin Kantong Lebih Lega di Arus Balik 2025
-
Warga Jabar yang Taat Pajak Jangan Iri karena Tak Dapat Pemutihan, Dedi Mulyadi Siapkan Surprise
-
Thailand Menderita Kerugian Rp 132 Triliun Imbas Tarif Trump
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan
-
Hari Minggu Diwarnai Pelemahan Harga Emas di Pegadaian, Cek Selengkapnya
-
Orang Kaya Ingin Parkir Supercar di Ruang Tamu, Tapi Kelas Menengah Mati-matian Bayar Cicilan Rumah
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Anak Purbaya Betul? Toba Pulp Lestari Tutup Operasional Total, Dituding Dalang Bencana Sumatera