Suara.com - Tidak sedikit dari Anda yang selama ini telah nyaman menggunakan metode pembayaran QRIS dan GPN bukan? Ternyata belakangan hal ini menjadi poin yang disoroti dalam diskusi dan lobi pemerintah Indonesia dan AS terkait dengan negosiasi dagang. Lalu kira-kira apa alasan QRIS dan GPN dipermasalahkan AS dalam negosiasi tersebut?
Belakangan isu tentang kenaikan pajak impor barang-barang dari berbagai negara ke Amerika Serikat muncul dan cukup menggemparkan. Presiden Donald Trump mengumumkan hal ini dalam dalam upaya memperoleh keputusan terbaik untuk negaranya.
Direspon dengan beragam, tak sedikit pula yang kemudian membalas kenaikan pajak atau biaya impor tersebut dengan cukup keras, seperti misalnya negara China. Indonesia juga terkena dampak tersebut, namun kemudian direspon dengan negosiasi dagang yang belakangan terjadi.
QRIS dan GPN Menjadi ‘Pengganjal’ Kesepakatan
Quick Response Code Indonesian Standar atau QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional atau GPN sendiri adalah bagian dari sistem pembayaran nasional yang diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Sejak awal, kemunculan keduanya telah membawa banyak perubahan dalam sistem pembayaran di Indonesia secara umum.
Sebenarnya terkait dengan QRIS dan GPN sendiri pernah pula menjadi topik dalam bahasan saat provider kartu kenamaan dari Amerika Serikat, MasterCard dan VISA, melobi pemerintah dan Bank Indonesia pada tahun 2019 lalu.
Namun demikian kala itu Bank Indonesia menegaskan bahwa tidak akan melonggarkan aturan wajib GPN yang diterapkan saat itu.
Kini di tahun 2025 ketika negosiasi kembali dilakukan, muncul tudingan yang tersirat pada rilisan United States Trade Representative atau USTR, dalam laporannya, GPN dan QRIS dianggap mempersempit ruang gerak raksasa fintech asal Amerika Serikat seperti VISA dan MasterCard.
Secara gamblang laporan tersebut menyebutkan bahwa sistem pembayaran nasional yang ada di Indonesia telah memberikan tembok tinggi bagi pelaku usaha asing. Hal ini dianggap sebagai proteksionisme digital yang mengancam ekosistem global.
Baca Juga: Lonjakan Transaksi BRImo! Ini Bukti QRIS Jadi Andalan di Era Digital
VISA dan MasterCard kemudian harus menanggung biaya tambahan dan kehilangan fleksibilitas operasional karena aturan lokal seperti ini. Pemicunya adalah bahwa keduanya harus melewati jaringan domestik untuk memproses transaksi yang dilakukan.
Tanggapan Pihak Bank Indonesia
Pihak pemerintah Indonesia sendiri memiliki pandangan berbeda. GPN dan QRIS yang digunakan saat ini dianggap sebagai bentuk kedaulatan sistem pembayaran nasional yang membawa dampak baik bagi ekosistem industri nasional.
Bank Indonesia menegaskan bahwa sistem tersebut telah dirancang sedemikian rupa untuk menurunkan biaya transaksi, meningkatkan efisiensi industri, dan menjamin keamanan data masyarakat secara luas.
Bank Indonesia menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki tujuan guna membatasi pihak asing, namun lebih kepada melindungi kepentingan nasional di tengah dinamika yang tengah terjadi. Indonesia tetap membuka ruang kerja sama terutama dalam interoperabilitas QR lintas negara yang telah dijalin dengan beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, serta Singapore sejauh ini.
Meski AS terus memberikan ‘desakan’, namun hingga saat artikel ini ditulis BI dan pemerintah masih memiliki pendirian yang cukup tegas. Meski demikian diungkapkan oleh Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan OJK dan BI terkait dengan persoalan ini.
Berita Terkait
-
Visa Haji 2025: 32.000 Sudah Terbit, Kemenag Ngebut Proses Dokumen Jemaah
-
Digagalkan di Bandara Soetta, 10 Calon Jemaah Haji Ilegal Nekat ke Tanah Suci Pakai Visa Kerja
-
Nasabah BRI Belanja di Malaysia, Singapura dan Thailand Tidak Perlu Tukar Uang
-
BRI Mempermudah Keuangan Digital: Nikmati Akses Mudah Transaksi QRIS Lewat BRImo!
-
Lonjakan Transaksi BRImo! Ini Bukti QRIS Jadi Andalan di Era Digital
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Menkeu Purbaya Mau Hilangkan Pihak Asing di Coretax, Pilih Hacker Indonesia
-
BPJS Watch Ungkap Dugaan Anggota Partai Diloloskan di Seleksi Calon Direksi dan Dewas BPJS
-
Proses Bermasalah, BPJS Watch Duga Ada Intervensi DPR di Seleksi Dewas dan Direksi BPJS 20262031
-
Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
-
Literasi Keuangan dengan Cara Baru Biar Makin Melek Finansial
-
Bahlil: Hilirisasi Harus Berkeadilan, Daerah Wajib Dapat Porsi Ekonomi Besar
-
Menkeu Purbaya Akhirnya Ungkap Biang Kerok Masalah Coretax, Janji Selesai Awal 2026
-
Setahun Berjalan, Hilirisasi Kementerian ESDM Dorong Terciptanya 276 Ribu Lapangan Kerja Baru
-
Bahlil Dorong Hilirisasi Berkeadilan: Daerah Harus Nikmati Manfaat Ekonomi Lebih Besar
-
ESDM Perkuat Program PLTSa, Biogas, dan Biomassa Demi Wujudkan Transisi Energi Hijau untuk Rakyat