Suara.com - Ratusan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tanggal 8 Mei 2025 kemarin.
Aksi ini merupakan bentuk respon terhadap berbagai kebijakan dan narasi publik yang dinilai tidak akurat, berpotensi memecah belah komunitas pengemudi, serta mengandung muatan politis yang tidak relevan dengan permasalahan mendasar yang dihadapi mitra pengemudi.
Dalam menyampaikan aspirasinya, Ketua Presidium KON, Andi Kristianto, menyatakan bahwa isu mengenai pengemudi ojol belakangan ini telah mengalami pergeseran dari permasalahan kesejahteraan dan perlindungan menjadi komoditas politik yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang dinilai kurang memahami realitas di lapangan.
"Perlu dipahami bahwa kondisi ojol saat ini tidak dalam keadaan yang baik. Terdapat indikasi pemanfaatan isu ojol oleh sejumlah elite dengan tujuan memecah belah komunitas pengemudi demi kepentingan pribadi maupun kelompok," tegas Andi, dikutip Redaksi Suara.com.
Lebih lanjut, Andi menyoroti bahwa isu-isu seperti Tunjangan Hari Raya (THR), jaminan pensiun, hingga tuntutan perubahan status menjadi pekerja tetap, seringkali muncul bukan sebagai representasi aspirasi murni dari komunitas pengemudi.
Sebaliknya, isu-isu tersebut dinilai digulirkan oleh kelompok tertentu dengan tujuan pencitraan atau keuntungan elektoral. Andi menekankan bahwa pengemudi ojol kerapkali dijadikan objek atau panggung untuk kepentingan politik, tanpa adanya keterlibatan yang substantif dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan langsung dengan nasib mereka.
"Kami bukan merupakan arena politik. Kami bukan objek narasi. Agar tidak menjadikan pengemudi ojol sebagai instrumen untuk meraih dukungan, meningkatkan perolehan suara, atau memperkuat posisi tawar dalam dinamika politik nasional," lanjut Andi.
Andi menjelaskan bahwa sejak awal bergabung sebagai mitra pengemudi, para anggota komunitas ojol telah memahami bahwa hubungan kerja yang terjalin bersifat kemitraan, bukan hubungan antara pekerja dan pemberi kerja dalam kerangka buruh formal. Meskipun demikian, sistem kemitraan yang berlaku hingga saat ini belum didukung oleh regulasi yang memadai, sehingga menempatkan pengemudi dalam posisi yang rentan dan tidak memiliki kepastian hukum yang jelas.
"Sejak awal pendaftaran, kami menyadari status kami sebagai mitra. Namun, disayangkan bahwa hingga saat ini belum terdapat regulasi yang secara komprehensif menjamin kemitraan ini berjalan secara adil dan seimbang. Kami tidak memiliki keinginan untuk menjadi buruh formal, namun kami juga tidak ingin terus berada dalam posisi mitra yang berpotensi dirugikan," ungkap Andi.
Baca Juga: Kompak! Mitra Driver dan Manajemen GoTo Buat Kegiatan Sosial untuk Anak Yatim
Dalam konteks ini, Andi berpendapat bahwa narasi yang dilontarkan oleh elite mengenai perubahan status kerja pengemudi menjadi pekerja formal bukanlah solusi yang konstruktif. Sebaliknya, hal tersebut dinilai sebagai potensi jebakan yang justru dapat merugikan berbagai pihak, terutama bagi pengemudi yang telah melampaui batas usia kerja formal.
"Apabila dipaksakan untuk masuk ke dalam sistem ketenagakerjaan formal, bagaimana implikasinya terhadap pengemudi yang berusia lanjut? Apakah mereka akan terpinggirkan dari sistem? Bagaimana keberlangsungan hidup keluarga mereka?" tanya Andi retoris.
Andi juga menyinggung pernyataan-pernyataan publik dari sejumlah pejabat negara yang dianggap kurang tepat dan berpotensi menimbulkan kebingungan serta keresahan di kalangan pengemudi ojol.
"Kami tidak membutuhkan janji-janji yang tidak memiliki realisasi. Yang kami butuhkan adalah sikap yang konsisten dan bertanggung jawab dari pihak terkait. Agar tidak menimbulkan kegaduhan melalui pernyataan yang tidak memiliki dasar yang kuat. Apabila pernyataan telah disampaikan di ruang publik, maka seharusnya ada keberanian untuk melakukan evaluasi secara terbuka," tegas Andi.
Lebih lanjut, Andi mengingatkan Kementerian Ketenagakerjaan untuk tidak memaksakan para mitra pengemudi ojol untuk masuk ke dalam kerangka hubungan industrial yang tidak sesuai dengan karakteristik praktik kemitraan digital yang menjadi model operasional mereka.
"Kami meminta agar kami tidak dipaksakan untuk menjadi buruh, anggota serikat pekerja, atau bentuk-bentuk relasi kerja lainnya yang tidak sesuai dengan realitas operasional kami di lapangan. Kami bukan merupakan bagian dari struktur kerja konvensional. Kami membutuhkan solusi regulasi yang sesuai dengan perkembangan zaman dan karakteristik platform digital, bukan sekadar adopsi regulasi yang sudah usang," papar Andi.
Berita Terkait
-
Viral! Driver Ojol di Medan Kirim 'Paket' Berisi Bayi, Kondisi Tak Bernyawa di Dalam Tas Berisi Baju
-
Menaker Minta Maaf BHR Ojol "Cuma Recehan", Janji Evaluasi Total
-
Pegadaian Berikan Reward Umroh Bagi Agen Hebat Pegadaian yang Torehkan Pencapaian Gemilang
-
Status Pekerja Tetap untuk Ojol: Angin Segar atau Mimpi Buruk?
-
ASN DKI Wajib Naik Angkot Tiap Rabu, Ojol di Jakarta Terancam Kehilangan 40 Persen Penumpang?
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Program Loyalitas Kolaborasi Citilink dan BCA: Reward BCA Kini Bisa Dikonversi Jadi LinkMiles
-
IHSG Berbalik Loyo di Perdagangan Kamis Sore, Simak Saham-saham yang Cuan
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
-
COO Danantara Yakin Garuda Indonesia Bisa Kembali Untung di Kuartal III-2026
-
Panik Uang di ATM Mendadak Hilang? Segera Lakukan 5 Hal Ini
-
Kekayaan Rilke Jeffri Huwae, Dirjen Gakkum yang Dikritik Menteri Bahlil
-
COO Danantara Beberkan Alasan Turunnya Penambahan Modal ke Garuda Indonesia Jadi Rp 23,67 T
-
Mulai 2026, DJP Bisa Intip Kantong Isi E-Wallet dan Rupiah Digital Masyarakat
-
HUT ke-45, Brantas Abipraya Tampilkan Beragam Inovasi: Dari Tradisi ke Transformasi
-
Rupiah Kalah dari Semua Mata Uang Asia, Ada Apa dengan Ekonomi RI?