Suara.com - Tuntutan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) terkait pengemudi ojek online (ojol) diakui sebagai pekerja tetap, kembali menghidupkan diskusi yang telah lama menjadi perhatian berbagai pihak. Wacana ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran mendasar mengenai minimnya perlindungan yang diterima oleh ojol.
Menurut ASPEK Indonesia, perubahan status menjadi pekerja tetap akan membawa dampak positif signifikan bagi para pengemudi. Mereka akan memiliki akses terhadap perlindungan yang lebih komprehensif, termasuk tunjangan kesehatan, asuransi, dan jaminan pensiun. Selama ini, dalam status kerja yang fleksibel atau sebagai mitra, perlindungan semacam itu belum sepenuhnya dapat mereka nikmati.
Namun, gagasan ini tidak serta merta diterima bulat. Berbagai pendapat muncul dari berbagai kalangan, mulai dari para ahli ekonomi yang mengkaji implikasi kebijakan ini terhadap industri dan ekonomi digital, hingga perusahaan aplikasi yang menjalankan platform ojol, dan yang paling utama, dari para pengemudi ojol itu sendiri.
Pandangan Ahli Ekonomi: Antara Perlindungan Pekerja dan Dampak Industri
usulan ojol jadi pekerja tetap menarik perhatian para ahli ekonomi yang menganalisis dampak kebijakan ini terhadap lanskap industri dan perekonomian digital secara keseluruhan. Sebagian ahli melihatnya sebagai langkah progresif dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan bagi para pengemudi. Namun, pandangan lain mengkhawatirkan potensi kerugian yang mungkin timbul bagi berbagai pihak terkait.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini harus mempertimbangkan dengan cermat apakah struktur gaji tetap akan mampu menciptakan insentif yang memadai bagi para pengemudi.
"Dengan model fleksibel yang ada sekarang, pengemudi dapat bekerja sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan penghasilan yang bervariasi. Jika diubah menjadi pekerja tetap, jumlah pekerjaan yang dapat diambil akan terbatas, yang mungkin akan merugikan mereka yang bergantung pada penghasilan lebih tinggi saat jam sibuk," ujarnya dalam keterangan resminya kepada Suara.com. Nailul juga menekankan urgensi untuk mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi bagi para pengemudi yang selama ini merasakan manfaat dari sistem kerja yang fleksibel.
Sementara, Wijayanto Samirin, Ekonom Senior Universitas Paramadina, menyarankan agar kebijakan ini dipertimbangkan secara komprehensif.
"Kebijakan ini harus dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya dari sisi perlindungan sosial tetapi juga dampaknya terhadap model bisnis dan daya saing industri. Jika status pengemudi diubah, bisa jadi banyak orang yang menginginkan pekerjaan fleksibel dengan pendapatan harian akan kehilangan kesempatan," katanya pada 22 April 2025.
Baca Juga: Kementerian UMKM Apresiasi BIBW 2025 Bawa Dampak Positif bagi UMKM
Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam ini harus mencapai keseimbangan yang tepat antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri yang mampu menyediakan lapangan kerja dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi.
Pendapat dari pihak aplikator mengenai wacana ini juga menunjukkan keragaman perspektif. Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, menyampaikan kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru dapat merugikan ekosistem transportasi digital yang telah mapan.
"Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu," jelas Tirza pada 10 April 2025.
Lebih lanjut, Tirza mengingatkan bahwa skema kerja saat ini berperan penting sebagai jaring pengaman sosial bagi banyak individu, terutama dalam kondisi ketidakpastian ekonomi. Dampaknya diperkirakan tidak hanya dirasakan oleh para mitra pengemudi, tetapi juga oleh berbagai usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mengandalkan layanan seperti GrabFood dan GrabMart.
Tirza juga menambahkan bahwa perubahan status menjadi pekerja tetap akan membawa konsekuensi pada biaya operasional perusahaan yang berpotensi melonjak karena kewajiban menanggung biaya tetap. "Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen," tambahnya.
Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menekankan perlunya melihat kebijakan ini dari sudut pandang keberlanjutan industri dan akses masyarakat terhadap pekerjaan. "Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi. Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," ujarnya pada 20 April 2025. Modantara juga menyoroti potensi dampak perubahan ini terhadap masyarakat yang mengandalkan ojol sebagai sarana transportasi yang terjangkau dan efisien.
Berita Terkait
-
Menteri UMKM Tekankan Peran Penting Perempuan dalam Pengembangan UMKM
-
Waisak 2025: InJourney Transformasi Borobudur Jadi Destinasi Wisata Spiritual Inklusif
-
Berlangsung di Trenggalek, Kementerian UMKM Gelar Festival Kemudahan dan Pelindungan Usaha Mikro
-
Lowongan Kerja Seret, Orang RI Lebih Pilih Bekerja Informal dengan Jualan Makanan dan Minuman Ringan
-
Kepemimpinan Hijau Jadi Kunci Kelestarian UMKM Pasca Pandemi
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
Terkini
-
BGN Bentuk Tim Sendiri Teliti Keracunan MBG: Apa Betul Keracunan atau Alergi?
-
Lagi, LPS Pangkas Tingkat Bunga Penjaminan Bank Jadi 3,5 Persen
-
Laba BSI Tumbuh Tinggi, Dua Bisnis Ini Jadi Kontributor Utama
-
Pemda Kaltim Protes Dana Transfer Daerah Dipotong: Kami Penyumbang Penerimaan Negara!
-
Didorong Keputusan The Fed, Harga Emas Antam Kembali Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
-
Ekonomi Hari Ini: Asing Borong, Saham CDIA dan BUMI Jadi Idola, USD 1 Tembus Rp 16.600
-
Bea Cukai Siap-siap! Menkeu Purbaya Incar Becuk dan e-Commerce "Sweeping" Rokok Ilegal
-
Akui Bunga Kredit Perbankan Lambat Turun, BI Minta Tolong ke Pemerintah dan Pengusaha
-
RS Azra Percayakan Implementasi Host Bridging System Kepada AdMedika Untuk Percepat Layanan Pasien
-
5 Fakta Krisis Singapura: Harga Sewa Melambung hingga Restoran Tutup