Suara.com - Di tengah upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, industri pengolahan nonmigas justru menunjukkan tren perlambatan. Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,31 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Salah satu yang paling mencolok adalah industri pengolahan tembakau, yang mencatat kontraksi tajam sebesar -3,77 persen yoy, berbanding terbalik dengan capaian pertumbuhan 7,63 persen yoy pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan tajam ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri, terutama karena sektor tembakau saat ini juga dibayangi oleh potensi kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Kebijakan fiskal ini dinilai berisiko memperparah tekanan pada sektor padat karya, dan dapat berdampak langsung terhadap keberlangsungan tenaga kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, mengingatkan pemerintah akan pentingnya menata ulang regulasi yang membebani sektor industri padat karya, khususnya IHT (Industri Hasil Tembakau).
"Saat ini sektor padat karya memang perlu yang namanya deregulasi, kami berharap hal ini dilakukan betul-betul oleh pemerintah agar sektor padat karya ini bisa pulih kembali," ujarnya di Jakarta, yang ditulis, Kamis (29/5/2025).
Sebagai salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, industri tembakau menyokong mata pencaharian jutaan orang dari hulu ke hilir, mulai dari petani tembakau dan cengkeh, pekerja pabrik rokok, hingga pedagang eceran.
Kenaikan cukai yang tidak proporsional justru dapat menjadi bumerang bagi tujuan fiskal pemerintah.
"Kalau kenaikan cukai itu terus menerus terjadi, yang dikhawatirkan munculnya pasar gelap. Kalau rokok ilegalnya makin marak, nanti justru memukul income pemerintah," beber Bob.
Baca Juga: Sri Mulyani Diminta Tak Naikkan Cukai Hasil Tembakau
Situasi ini mendorong desakan semakin kuat dari para pelaku usaha untuk menerapkan moratorium kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan.
Moratorium dinilai sebagai langkah darurat untuk memberikan ruang napas bagi industri agar dapat beradaptasi di tengah tekanan ekonomi global dan nasional.
"Semua hal yang sifatnya kontraksi dan membuat biaya tinggi ekonomi, serta semua hal yang bersifat regulatif itu harus dikurangi, diubah bahkan," imbuh Bob.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, Christiantoko, menekankan pentingnya pendekatan yang berhati-hati dalam merumuskan kebijakan cukai.
Ia menggarisbawahi perlunya keseimbangan antara upaya meningkatkan penerimaan negara dan menjaga keberlangsungan sektor industri strategis.
"Aspek yang menjadi pertimbangan misalnya, besaran tarif cukai yang dikenakan terhadap rokok. Jangan sampai menjadi beban. Begitu pun dengan penyerapan tenaga kerja, jangan sampai terganggu," jelasnya.
Industri hasil tembakau telah lama menjadi sumber penerimaan negara yang signifikan, namun kebijakan yang terlalu agresif dapat menimbulkan dampak balik yang merugikan.
Selain meningkatkan beban biaya produksi, potensi peralihan ke produk rokok ilegal juga semakin mengancam efektivitas pengawasan dan pencapaian target penerimaan.
Sebelumnya, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyampaikan bahwa moratorium CHT sangat krusial demi menyelamatkan industri padat karya yang memiliki rantai pasok panjang dan kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja.
Tidak adanya kenaikan CHT selama tiga tahun ke depan penting dilakukan untuk menyelamatkan industri padat karya sebagai industri strategis dengan mata rantai yang panjang," ujarnya di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Sudarto menjelaskan, IHT melibatkan banyak pihak mulai dari petani, produsen, hingga sektor ritel dan logistik, yang semuanya terdampak oleh kebijakan fiskal yang terlalu agresif.
Kenaikan cukai yang terus-menerus, menurutnya, telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, peningkatan PHK, dan maraknya peredaran rokok ilegal.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Kunker Dihapus, Pensiun Jalan Terus: Cek Skema Lengkap Pendapatan Anggota DPR Terbaru!
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
-
Jadwal dan Link Streaming Timnas Indonesia vs Taiwan Malam Ini di GBT
-
Pelatih Persija Kasihan dengan Gerald Vanenburg, Soroti Situasi Timnas Indonesia U-23
Terkini
-
Transmart Hadirkan Promo Paket Super Hemat yang Bikin Dompet Tersenyum Lebar!
-
Cara Menghitung Biaya Renovasi Rumah Agar Tidak Over Budget
-
Perbedaan Rumah Subsidi dan Rumah Komersil, Ternyata Beda Banget
-
Mantan Eks Stafsus Jokowi Arif Budimanta Meninggal Dunia
-
OKX Cetak Rekor, Kelola Aset Kripto Rp540 T, Geser Posisi Binance Jadi Exchange Terbesar Kedua
-
Diaspora Prihatin! Warga Negara di Luar Negeri Desak Pemerintah Perbaiki Demokrasi
-
Bukan Cuma Slogan! UMKM Terbukti 'Penyelamat' Ekonomi RI
-
Bos BJBR Turun Gunung Layani Nasabah
-
Katanya Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, Kok BI Pakai Skema saat Covid-19 demi Biayai Program Pemerintah?
-
Ambang Batas Penghasilan Tak Kena Pajak Perlu Dinaikkan, Obati Daya Beli Menurun