Suara.com - Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyuarakan kekhawatiran serius mengenai potensi dampak negatif terhadap persaingan di industri transportasi online jika Danantara turut serta dalam perundingan merger antara GoTo dan Grab.
Menurut Huda, rencana merger GoTo-Grab saja sudah menimbulkan kekhawatiran persaingan usaha, apalagi jika Danantara masuk sebagai “operator.”
"Keputusan lembaga negara dalam memutuskan persaingan usaha akan rentan intervensi oleh negara, dalam hal ini Danantara. Sebagai regulator dan sebagian minoritas ‘operator,’ tentu akan mengikis persaingan usaha," tegas Nailul Huda kepada Suara.com Senin (9/6/2025).
Ia menambahkan, kehadiran Danantara sebagai bagian dari "negara" dapat menghambat kompetitor lain yang ingin masuk atau mengembangkan usaha. "Kompetitor jika ingin masuk atau mengembangkan usaha, pasti mikir-mikir karena melawan bagian dari ‘negara’," jelasnya.
Nailul Huda juga mempertanyakan motif di balik masuknya Danantara ke GoTo di tengah rencana merger dengan Grab. "Apakah ini langkah untuk keluar dari potensi jeratan KPPU?" tanyanya retoris.
Menurut Huda, permasalahan utama dalam rencana merger ini bukanlah soal entitas asing atau lokal, melainkan murni tentang persaingan usaha antarpihak swasta.
"Saya rasa masalahnya bukan asing atau lokal, mereka sama-sama swasta. Jika merger mengundang sempritan dari KPPU, ya keduanya harus mematuhi aturan. Bukan menggandeng Danantara untuk mereduksi isu asing dan lokal," pungkas Nailul Huda.
Komentar Nailul Huda ini menyoroti perlunya pengawasan ketat dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak terjadi monopoli atau oligopoli yang merugikan konsumen dan pelaku usaha lainnya di industri transportasi online Indonesia.
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) dikabarkan tengah menjajaki peluang investasi di PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Baca Juga: Kenapa Danantara Mau Beli Saham GOTO di Tengah Isu Merger dengan Grab?
Langkah ini disebut-sebut sebagai respons terhadap potensi merger antara GOTO dan Grab Holdings yang bisa menimbulkan kekhawatiran monopoli dan dominasi asing di sektor teknologi Indonesia.
Mengutip laporan Bloomberg, Senin (9/5/2025) Danantara sedang dalam tahap awal pembicaraan untuk mengakuisisi saham minoritas di GOTO.
Sumber yang mengetahui pembahasan tersebut menyatakan bahwa investasi Danantara ini dapat menjadi strategi untuk mempertahankan kepemilikan nasional atas entitas gabungan yang mungkin terbentuk dari merger antara GOTO dan Grab.
Isu merger antara dua raksasa teknologi, GoTo dan Grab, memang bukan hal baru. Pembicaraan mengenai potensi penggabungan layanan transportasi dan pesan-antar makanan ini sudah bergulir sejak akhir 2020, bahkan sebelum Gojek bergabung dengan Tokopedia membentuk GoTo Group.
Kabar ini kembali mencuat awal tahun ini, di mana Grab dan GoTo disebut tengah menjajaki berbagai opsi kerja sama, termasuk kemungkinan Grab mengakuisisi GoTo dengan kombinasi tunai dan saham.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Danantara maupun GoTo terkait rencana investasi ini.
Isu merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, GoTo dan Grab, kembali menghangat. Kabar ini mengindikasikan potensi konsolidasi pasar yang signifikan, mengingat keduanya memiliki pangsa pasar dominan di berbagai sektor seperti transportasi online, pengiriman makanan, dan layanan keuangan digital.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi dari kedua perusahaan, rumor ini memicu spekulasi tentang potensi dampak positif dan negatif.
Merger ini berpotensi menciptakan entitas bisnis yang lebih kuat dan efisien, dengan skala ekonomi yang lebih besar dan cakupan layanan yang lebih luas.
Namun, kekhawatiran juga muncul terkait potensi monopoli dan pengurangan persaingan, yang dapat berujung pada kenaikan harga dan penurunan inovasi.
Otoritas persaingan usaha di berbagai negara akan meneliti secara seksama potensi dampak merger ini terhadap konsumen dan ekosistem bisnis secara keseluruhan.
Jika terealisasi, merger ini akan menjadi salah satu penggabungan bisnis terbesar di Asia Tenggara, yang berpotensi merombak lanskap industri teknologi di kawasan ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
Terkini
-
Pembangunan Akses Tol Bitung oleh Paramount Land Capai 80 Persen
-
PNM Bersama Holding Ultra Mikro Wujudkan Akses Keuangan Merata
-
Leony, Warisan Bisa Dikecualikan dari Pajak Penghasilan Tapi BPHTB Mengintai
-
Luhut Temui Aliansi Ekonom Indonesia, Bahas 7 Tuntutan ke Pemerintah
-
Cadangan Migas Baru Ditemukan di Muara Enim
-
Bandara Supadio Mulai Layani Penerbangan Internasional
-
Kemendag Ultimatum Gold's Gym, Harus Ganti Rugi Anggota Usai Penutupan Gerai Mendadak
-
Menkeu Purbaya Resmi Guyur Dana Jumbo Rp 200 Triliun ke Perbankan
-
Pabrik Baja di Surabaya Tumbang Imbas Gempuran Produk Impor
-
Emas Antam Kembali Mahal, Harganya Rp 2.095.000 per Gram