Suara.com - Harga minyak mentah dunia turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin, 16 Juni 2025. Kondisi ini menghentikan reli yang terjadi pekan lalu seiring meningkatnya eskalasi militer antara Israel dan Iran.
Penurunan ini dipicu oleh tanda-tanda bahwa Iran menginginkan gencatan senjata dengan Israel, memberikan harapan akan meredanya konflik di kawasan Timur Tengah yang krusial bagi pasokan energi global.
Seperti dilansir CNBC, Selasa, 17 Juni 2025, minyak mentah berjangka AS (WTI) tercatat turun USD 1,21 atau 1,66 persen, dan ditutup pada level USD 71,77 per barel. Sementara itu, minyak mentah Brent sebagai acuan global, juga melemah USD 1 atau 1,35 persen menjadi USD 73,23 per barel.
Sebelumnya, harga minyak sempat melonjak lebih dari 7 persen pada Jumat lalu setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap fasilitas rudal balistik, nuklir, dan sasaran militer penting di Iran. Lonjakan tersebut sempat membawa harga minyak AS menyentuh puncak intraday di level USD 77,49 per barel.
Namun, optimisme pasar mulai terbentuk setelah muncul laporan bahwa Iran menyampaikan sinyal ingin meredakan konflik kepada Amerika Serikat melalui sejumlah negara perantara seperti Qatar, Arab Saudi, Oman, Turki, dan beberapa negara Eropa.
"Iran telah meminta Qatar, Arab Saudi, Oman, Turki, dan beberapa negara Eropa untuk mendesak Presiden Donald Trump agar menekan Israel agar melakukan gencatan senjata. Teheran telah menjanjikan fleksibilitas dalam perundingan nuklir sebagai gantinya, kata seorang diplomat Timur Tengah yang mengetahui masalah tersebut
Presiden AS Donald Trump pun mengonfirmasi hal tersebut dalam pernyataannya pada KTT G7 di Kanada. "Mereka ingin berbicara, tetapi mereka seharusnya sudah melakukannya sebelumnya. Mereka seharusnya berbicara dan mereka seharusnya berbicara segera sebelum terlambat," kata Trump kepada wartawan.
Meski terdapat sinyal diplomatik, aksi militer masih terus berlangsung. Pada hari keempat serangan Senin kemarin, militer Israel mengklaim telah mencapai 'superioritas udara' atas Iran.
Pesawat nirawak Israel disebut telah menyerang ladang gas South Pars di Iran selatan pada Sabtu, menghantam dua fasilitas pemrosesan gas alam. Selain itu, depot minyak utama dekat Teheran juga menjadi sasaran, sementara rudal Iran dikabarkan merusak kilang minyak di Haifa, Israel.
Baca Juga: Perang Iran-Israel Kian Panas, Pasar Keuangan Global Panik
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran akan ancaman terhadap infrastruktur energi di wilayah Teluk dan potensi gangguan pengiriman melalui Selat Hormuz, jalur vital bagi sekitar 20 persen pasokan minyak dunia.
Komandan senior dan anggota parlemen Iran, Esmail Kowsari, menyatakan bahwa Iran sedang mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz. Menurut Goldman Sachs, langkah itu bisa mendorong harga minyak menembus USD 100 per barel.
Namun, hal tersebut dinilai tidak mudah dilakukan. "Iran akan mengalami kesulitan untuk menutup selat tersebut karena keberadaan Armada Kelima AS di Bahrain," ujar Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets.
"Namun, mereka dapat menargetkan kapal tanker di sana, mereka dapat menambang selat tersebut," tambahnya.
Proyeksi Harga
Meskipun situasi masih panas, sejumlah analis memproyeksikan bahwa harga minyak tidak akan menembus level USD 80 per barel dalam waktu dekat. Rystad Energy menilai bahwa konflik kemungkinan tidak akan berlangsung lama.
"Kami tetap berpandangan bahwa konflik ini kemungkinan akan berlangsung singkat, karena eskalasi lebih lanjut berisiko melampaui kendali para pemangku kepentingan utama," kata Janiv Shah, Wakil Presiden Pasar Komoditas di Rystad.
Lebih lanjut, Shah menyebutkan bahwa pemerintahan Trump juga memiliki kepentingan untuk menjaga harga energi tetap stabil di kisaran USD 50 per barel, sehingga dapat mendorong pendekatan diplomatik guna menahan eskalasi.
Namun, Helima Croft memperingatkan bahwa risiko konflik berkepanjangan masih ada. "Israel tampaknya bersiap menghadapi konflik yang lebih panjang," ujarnya.
"Konflik yang berlarut-larut menimbulkan kemungkinan bahwa fasilitas dan infrastruktur ekspor minyak di wilayah tersebut dapat menjadi sasaran," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Buat Tambahan Duit Perang, Putin Bakal Palak Pajak Buat Orang Kaya
-
Bank Mandiri Akan Salurkan Rp 55 Triliun Dana Pemerintah ke UMKM
-
Investasi Properti di Asia Pasifik Tumbuh, Negara-negara Ini Jadi Incaran
-
kumparan Green Initiative Conference 2025: Visi Ekonomi Hijau, Target Kemandirian Energi Indonesia
-
LHKPN Wali Kota Prabumulih Disorot, Tanah 1 Hektare Lebih Dihargai 40 Jutaan
-
Masyarakat Umum Boleh Ikut Serta, Pegadaian Media Awards Hadirkan Kategori Citizen Journalism
-
Zoomlion Raih Kontrak Rp4,5 Triliun
-
16th IICD Corporate Governance Award 2025: Telkom Meraih Penghargaan Best State-Owned Enterprises
-
Bank Mandiri Raup Laba Rp 24,5 Triliun di Semester I 2025, Turun dari Tahun Lalu