Suara.com - Guru Besar IPB University, Prof Edi Santosa menyayangkan tidak sesuainya mayoritas beras yang dijual di pasaran sehingga menyebabkan potensi kerugian konsumen yang mencapai lebih dari Rp 99 triliun. Diduga kuat, kata Prof Edi, kerugian ini disebabkan oleh permainan pelaku usaha nakal dibidang perberasan yang masih berkeliaran.
Diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) baru saja merilis hasil investigasi mutu harga beras yang beredar di pasaran. Dalam temuannya, beras yang dijual menunjukkan ketidaksesuaian volume, harga eceran tertinggi (HET) dan tidak teregistrasi dengan PSAT sehingga tidak memenuhi standar mutu regulasi yang berlaku.
Berdasarkan perhitungan Kementan, kerugian yang bisa dialami oleh konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp 34,21 triliun per tahun, sementara konsumen beras medium berpotensi merugi hingga Rp 65,14 triliun dan bahkan mencapai Rp 99 triliun.
Kendati demikian, Prof Edi mengapresiasi pengecekan bersama yang dilakukan Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian dan juga Kejaksaan sehingga dapat menemukan rangkaian peristiwa anomali, di mana harga penggilingan turun, tetapi di konsumen naik.
“Saya kira ini langkah yang tepat terutama kecermatan Mentan Amran yang membaca adanya kerugian sehingga perlu kita apresisi bersama mengingat kerugian masyarakat tidak bisa dibiarkan terlalu lama,” katanya.
Ke depan, Prof Edi mengingatkan perlu adanya pengawalan ketat baik di tingkat hulu sampai hilir terutama pergerakan para pelaku usaha nakal yang meresahkan masyarakat. Dia berharap peranan satgas pangan dapat dioptimalkan demi menekan kerugian yang lebih besar.
“Harus dipahami bahwa mereka yang bermain di perberasan selalu mengambil celah sekecil apapun. Jangan sampai para pelaku ini menjamur di berbagai daerah,” katanya.
Sebagai informasi, Investigasi beras ini dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 dan mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.
Adapun hasil investigasi ini ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Lebih parahnya lagi, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET, sementara 21,66 persen lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.
Baca Juga: Ekosistem Beras Biofortifikasi Banyuwangi: Sinergi Gizi, Teknologi dan Bisnis Komoditas
Sedangkan untuk beras medium, 88,24 persen dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu yang berlaku. Selain itu, 95,12 persen beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.
Berdasarkan hasil investigasi ini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi beras di pasar agar konsumen tidak terus dirugikan. Mentan Amran juga meminta kepada produsen dan distributor beras untuk memastikan produk yang dijual sesuai dengan standar yang berlaku, baik dari sisi mutu maupun harga. Hal ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pangan yang beredar di pasar.
“Kami berkomitmen untuk menindak tegas pelaku yang memanipulasi kualitas dan harga pangan. Ini adalah upaya untuk memastikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia," katanya.
Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menegaskan akan memberikan waktu dua pekan kepada para produsen dan pedagang untuk melakukan klarifikasi dan menyesuaikan mutu serta harga produk dengan informasi yang mereka klaim dalam kemasan. "Jika tidak, Satgas Pangan akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan hukum" tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak agar berhati-hati dalam membeli produk beras dan memastikan kesesuaian antara label dan isi produk yang dijual ke konsumen. ***
Berita Terkait
-
Ekosistem Beras Biofortifikasi Banyuwangi: Sinergi Gizi, Teknologi dan Bisnis Komoditas
-
Jepang Butuh 3 Bulan Turunkan Harga Beras
-
Ketika Jaksa Ikut Urusi Pangan
-
Hemat Biaya Energi Sampai 50%, Bolu Meranti Medan Gunakan Gas Bumi PGN
-
Pejabat Kementan Diperiksa KPK, Kasus Korupsi Pengelolaan Karet Seret Nama SYL?
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian Dana Bergulir di Provinsi Bali
-
Dongkrak Produksi Minyak di Papua, SKK Migas dan Petrogas Mulai Injeksi Kimia di Lapangan Walio
-
Menperin Minta Insentif Otomotif ke Menkeu
-
Barcelona dan BRI Kolaborasi, Bayar Cicilan di BRImo Bisa Ketemu Lamine Yamal
-
IHSG Menutup 2025 di Level Tertinggi, OJK Buka Rahasia Pasar Modal RI yang Solid
-
Catatan Akhir Tahun, Aktivitas Industri Manufaktur RI Melambat
-
Cicilan HP ShopeePayLater vs Kredivo, Mana yang Lebih Murah
-
Pemerintah Tegaskan Impor Daging Sapi untuk Industri Bukan Kosumsi Masyarakat
-
Catatan Akhir Tahun: Waspada Efek 'Involusi' China dan Banjir Barang Murah di Pasar ASEAN
-
Pencabutan Insentif Mobil Listrik Perlu Kajian Matang di Tengah Gejolak Harga Minyak