Suara.com - Ingat hiruk pikuk kripto beberapa tahun lalu? Saat harga Bitcoin meroket ke langit, dan semua orang mendadak jadi "pakar" blockchain.
Lalu datanglah crypto winter—badai koreksi brutal yang membuat banyak investor pemula kapok dan menelan ludah.
Pasar yang tadinya penuh euforia berubah menjadi senyap, diiringi narasi bahwa "gelembung kripto telah pecah".
Namun, di tengah kesunyian itu, sesuatu yang menarik terjadi. Para pemain besar, para ahli keuangan, dan institusi raksasa justru diam-diam masuk.
Kini, setelah badai sedikit mereda, banyak pakar yang justru berpendapat bahwa investasi kripto tidak hanya masih relevan, tetapi mungkin berada di babak baru yang jauh lebih menarik dan matang.
Lupakan sejenak hype soal "cuan kilat". Mari kita bedah mengapa, menurut para ahli, aset digital ini masih menjadi arena yang sangat potensial, lengkap dengan ranjau yang harus diwaspadai.
1. Peluang: Ini Bukan Lagi Permainan Anak Kemarin Sore
Daya tarik kripto di era sekarang bukan lagi sekadar soal spekulasi liar. Para pakar menunjuk pada tiga pilar fundamental yang mengubah permainan:
Validasi Institusional: Ini adalah pembeda terbesar. Raksasa manajer investasi seperti BlackRock dan Fidelity telah meluncurkan produk Bitcoin ETF (Exchange-Traded Fund) di Amerika Serikat.
Baca Juga: Modal Rp100 Ribu Bisa Jadi Jutawan? Ternyata Ini Kuncinya
Ini ibarat membuka gerbang tol bagi dana triliunan dolar dari investor institusional yang tadinya ragu-ragu.
"Ketika uang pintar mulai masuk, itu bukan lagi sekadar aset spekulatif, melainkan kelas aset yang diakui," ungkap seorang analis aset digital.
Perkembangan Teknologi Nyata (Utility): Di balik fluktuasi harga Bitcoin, teknologi blockchain terus berkembang.
Kita melihat kebangkitan DeFi (Decentralized Finance) yang menawarkan layanan perbankan tanpa perantara, NFT yang berevolusi menjadi bukti kepemilikan digital yang sah, dan smart contract yang menjadi fondasi aplikasi desentralisasi (dApps).
Nilai kripto masa depan tidak lagi diukur dari kelangkaannya saja, tapi dari kegunaan nyatanya.
Siklus Makroekonomi (Bitcoin Halving): Khusus untuk Bitcoin, ada peristiwa terprogram yang disebut halving—di mana imbalan bagi para penambang dipotong setengah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Sama dengan Indonesia, Malaysia Kantongi Tarif 19 Persen dari Amerika Serikat
-
BPJS Kesehatan Luncurkan Gerak Sehat Prolanis: Dorong Masyarakat Aktif Cegah Penyakit Kronis
-
ASEAN dan China Upgrade FTA Versi 3.0, Hapus Hambatan Non-Tarif dan Buka Akses UMKM
-
Potensi EBT Melimpah, Pemerintah Sinkronisasi Aturan Soal Transisi Energi
-
Mau Lepas Ketagihan Impor LPG, Bahlil Mulai Proyek Hilirisasi Batu Bara Jadi DME pada 2026
-
Rupiah Dibuka Stagnan Pada Awal Pekan Ini
-
Ancaman Tarif AS Kian Nyata! BI Waspada, Aliran Modal Asing dari Emerging Market Terus Berfluktuasi
-
OJK Umumkan 5 Bank Telah Gulung Tikar
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
SPBU Pertamina Diminta Perbanyak Improvisasi Layanan, dari Toilet hingga Fasilitas Instagramable