Bisnis / Properti
Kamis, 02 Oktober 2025 | 05:56 WIB
Kompleks perumahan KPR subsidi di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025). [ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/rwa]
Baca 10 detik
  • Perumahan menjadi program unggulan di bawah agenda Asta Cita Presiden Prabowo (2025-2029) untuk pemerataan ekonomi.
  • Pemerintah menaikkan kuota FLPP menjadi 350 ribu unit dan menggandakan batas kelayakan pendapatan (hingga Rp14 juta/bulan).
  • Program ini membuka peluang besar bagi BTN dan perbankan lain, didukung insentif likuiditas Rp80 Triliun dari BI, meskipun menghadapi risiko eksekusi dan margin pengembang.

Suara.com - Sektor perumahan telah ditetapkan sebagai program unggulan di bawah agenda Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2025–2029.

Program ini diposisikan sebagai pilar utama dalam mewujudkan pemerataan ekonomi, didukung oleh serangkaian strategi yang melibatkan subsidi fiskal, insentif moneter, dan reformasi regulasi.

Kebijakan ini tidak hanya bertujuan memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat, tetapi juga memobilisasi pelaku UMKM di sepanjang rantai nilai konstruksi.

Bagi sektor perbankan, khususnya bank yang fokus pada kredit perumahan, kebijakan ini membuka peluang pertumbuhan yang signifikan.

Namun, keberhasilan realisasi peluang ini sangat bergantung pada kualitas eksekusi program dan dukungan likuiditas dari regulator.

Peningkatan Kuota dan Pelonggaran Aturan FLPP

Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) mengalami peningkatan skala yang tajam. Kuota tahun 2025 dinaikkan signifikan dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit.

Dikutip dari kajian BNI Sekuritas, hingga pertengahan Agustus, penyaluran telah mencapai sekitar 150.000 unit, yang berarti volume penyaluran bulanan harus ditingkatkan lebih dari dua kali lipat untuk mencapai target akhir tahun.

Target 350.000 unit ini juga diimplikasikan akan dipertahankan pada anggaran tahun 2026.

Baca Juga: Momen Pebalap Marc Marquez Bertemu Presiden Prabowo di Istana Negara

Bersamaan dengan peningkatan kuota, terjadi pelonggaran kriteria penerima. Permen PKP 5/2025 hampir melipatgandakan batas ambang kelayakan pendapatan.

Untuk wilayah Jabodetabek, batas pendapatan dinaikkan hingga Rp14 juta per bulan, memperluas jangkauan peminjam yang memenuhi syarat.

Meskipun demikian, terdapat risiko signifikan. Batas harga rumah bersubsidi (price cap) tetap tidak berubah.

Kondisi ini berpotensi menekan margin pengembang dan dapat menimbulkan ketidakcocokan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand), karena pengembang mungkin enggan membangun rumah subsidi dengan margin yang tipis.

Bagi perbankan, FLPP memang menawarkan spread margin yang lebih tipis dibandingkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) komersial.

Namun, pertumbuhan volume dipastikan terdukung oleh subsidi pemerintah dan insentif likuiditas dari Bank Indonesia (BI) yang mencapai Rp80 triliun.

Meskipun skenario sebelumnya mengasumsikan kenaikan suku bunga pinjaman KPR, pemerintah memilih mempertahankan suku bunga FLPP tetap di 5%.

Untuk mengatasi tekanan margin (Net Interest Margin atau NIM) akibat suku bunga yang tetap rendah, Bank BTN (Bank Tabungan Negara) mengusulkan peningkatan dukungan likuiditas dari pemerintah menjadi 90% (dari sebelumnya 75%).

Jika usulan ini disetujui, tekanan NIM akan sedikit terkompensasi. Namun, mengingat tenor pinjaman KPR yang panjang dan pergeseran mix yang bertahap, perkiraan Return on Equity (RoE) BTN diperkirakan akan berada di kisaran 10% selama dua tahun ke depan.

Program KUR Perumahan: Peluang Pertumbuhan Baru

Secara paralel, pemerintah juga meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan senilai Rp130 triliun.

Program ini secara spesifik menargetkan UMKM dalam rantai pasokan perumahan. KUR Perumahan menawarkan tiket pinjaman yang lebih besar dan disertai subsidi bunga antara 5% hingga 10%.

Secara ekonomi, program KUR ini dinilai lebih menarik bagi perbankan, dengan estimasi RoE mencapai 18% hingga 31%.

Secara keseluruhan, FLPP dan KUR Perumahan membentuk strategi jalur ganda (dual-track strategy) yang bertujuan memacu sektor perumahan dari sisi permintaan maupun penawaran (melalui UMKM).

Meskipun demikian, risiko eksekusi dan implementasi di lapangan tetap menjadi tantangan yang harus diatasi pemerintah dan perbankan.

Load More