Bisnis / Makro
Rabu, 01 Oktober 2025 | 18:50 WIB
Ilustrasi Dialog dalam merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan. [ist].
Baca 10 detik
  •   Dialog terbuka fondasi penting pemerintah merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan

  •   Kebijakan ekonomi harus berakar dari kebutuhan nyata masyarakat yang mendasar

  •   Sinergi pusat, daerah, dan komunitas adalah kunci pemberdayaan ekonomi berkelanjutan

Suara.com - Pemerintah mengandalkan dialog terbuka sebagai fondasi dalam merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan. Deputi Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, menyebut pendekatan dialogis akan memastikan setiap kebijakan benar-benar berakar dari kebutuhan nyata masyarakat.

"Pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak bisa merumuskan kebijakan dari menara gading. Kami di Kemenko PM percaya bahwa kebijakan yang efektif lahir dari percakapan yang tulus dan terbuka dengan masyarakat," ujar Leontinus seperti dikutip, Rabu (1/10/2025).

Pernyataan itu disampaikan usai kegiatan Berdaya Bersama Kupang yang mempertemukan pemerintah dengan ratusan pelaku ekonomi kreatif, pekerja lepas (gig workers), UMKM, hingga tokoh komunitas lintas agama.

Menurut Leontinus, dialog yang digelar di Kupang memberikan gambaran jelas tentang kebutuhan pekerja kreatif dan UMKM, mulai dari status kerja yang lebih jelas, akses perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, hingga kebutuhan standarisasi keterampilan untuk menghadapi persaingan global.

"Setiap kelompok, mulai dari pelaku UMKM di desa, pekerja kreatif di kota, hingga tokoh komunitas, memiliki aspirasi dan tantangan unik. Tugas kami sebagai penyelenggara negara adalah mendengar, memahami, dan menerjemahkannya menjadi program yang relevan dan solutif," jelasnya.

Ia menambahkan, dengan melibatkan masyarakat sejak awal, kebijakan tidak lagi bersifat top-down melainkan kolaboratif.

"Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan komunitas lokal adalah cetak biru untuk pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan," imbuhnya.

Untuk diketahui, NTT sendiri menunjukkan potensi besar di sektor ekonomi kreatif. Data terbaru mencatat nilai tambah ekonomi kreatif tahun 2024 mencapai Rp 934,7 miliar dengan 10.803 pelaku terdaftar. Dari jumlah itu, subsektor kriya/tenun mendominasi 71,9 persen, disusul kuliner 22,1 persen, dan fesyen 2,8 persen.

Sementara jumlah UMKM di NTT hingga Agustus 2025 tercatat 366.473 unit, mayoritas usaha mikro. Hal ini mempertegas pentingnya strategi pemberdayaan berbasis dialog agar pertumbuhan ekonomi di daerah dapat lebih inklusif.

Baca Juga: VIVO dan BP-AKR Batalkan Pembelian BBM dari Pertamina, Kandungan Etanol Jadi Biang Kerok

Load More