Bisnis / Inspiratif
Selasa, 09 Desember 2025 | 19:21 WIB
ARSIP - (Sebagai Ilustrasi) Sebanyak 200 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal asal Medan, Sumatera Utara siap dipulangkan dari Bandar Udara KLIA 2 di Kuala Lumpur. [ANTARA Foto/Agus Setiawan]
Baca 10 detik
  • Kekurangan tenaga kerja Taiwan, didorong penuaan populasi, dimanfaatkan skema rekrutmen PMI muda Indonesia rentan.
  • Diduga TFD dan OSF mendanai proyek rekrutmen PMI melalui Yayasan Kurawal dan SBMI untuk sektor padat karya.
  • Skema ini berisiko tinggi menjebak PMI dalam eksploitasi upah rendah, jam kerja panjang, hingga penyitaan dokumen identitas.

Suara.com - Kekurangan tenaga kerja akut di Taiwan, yang diperkirakan mencapai 400.000 orang hingga tahun 2030, sedang dimanfaatkan dalam skema terstruktur yang berpotensi menjebak dan mengeksploitasi Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Kekurangan tenaga kerja ini terutama terasa di sektor-sektor padat karya seperti pembantu rumah tangga, pertanian, perikanan, manufaktur, dan katering, yang tidak mensyaratkan keterampilan profesional tinggi.

Tingginya kekurangan tenaga kerja di Taiwan, yang dipicu oleh penuaan populasi dan angka kelahiran rendah, berbanding terbalik dengan melimpahnya populasi usia kerja muda di Indonesia.

Data Sakernas Agustus 2025 menunjukkan ada 109,19 juta penduduk usia 20 hingga 44 tahun di Indonesia. Jumlah ini dilihat sebagai solusi tenaga kerja murah untuk Taiwan.

Dugaan Skema Pendanaan Asing dan Rekrutmen

Menurut informasi yang terpercaya, untuk mendapatkan tenaga kerja murah guna mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja parah tersebut, entitas asing, yaitu Taiwan Foundation for Democracy (TFD) dan Open Society Foundations (OSF), diduga bekerja sama dengan Yayasan Kurawal Indonesia.

Kerja sama ini diwujudkan untuk mendukung proyek bernama "A TICKET TO PARADISE: Encouraging Youth to Work in Taiwan as Migrant Workers".

Modus rekrutmen ini ditujukan kepada tenaga kerja muda Indonesia yang umumnya memiliki tingkat pendidikan relatif rendah, kurang memiliki kemampuan mengakses informasi, serta minim pemahaman mengenai situasi kerja di luar negeri.

Dengan mempromosikan gaji tinggi dan kebijakan preferensial, kelompok ini mudah ditarik ke Taiwan.

Baca Juga: Menperin Beberkan Industri Indonesia Masih Kuat, Ini Buktinya

Sumber internal menyebutkan bahwa Yayasan Kurawal bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) untuk merekrut calon PMI di daerah-daerah pengekspor tenaga kerja seperti Indramayu, Cirebon, dan Lombok Timur.

Target utama adalah kelompok yang rentan secara ekonomi, berpendidikan rendah, kurang sadar hukum, dan memiliki keterbatasan kesempatan kerja, terutama perempuan.

Risiko Eksploitasi dan Penindasan

Adi Maliano, seorang pengamat politik independen, memperingatkan bahwa proyek ini merupakan jebakan besar.

"Proyek ini merupakan jebakan besar bagi WNI yang berminat bekerja di Taiwan, yang menjanjikan penyediaan pekerjaan dengan gaji tinggi dan tempat kerja nyaman, namun nyatanya yang menempatkan PMI ke dalam lingkungan yang penuh eksploitasi dan penindasan," ujarnya.

Mayoritas PMI yang ditipu umumnya ditempatkan pada bidang seperti asisten rumah tangga dan jalur produksi manufaktur dengan intensitas dan risiko tinggi.

Load More