-
AS tuding RI tarik komitmen dagang yang disepakati Juli 2025
-
RI ingin rumuskan ulang perjanjian, kesepakatan terancam gagal
-
AS sebut RI keras kepala, bandingkan dengan Malaysia yang kooperatif
Suara.com - Pembahasan kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dilaporkan berpotensi gagal setelah Washington menyebut Jakarta menarik kembali sejumlah komitmen penting yang sebelumnya disepakati pada Juli 2025.
Informasi ini pertama kali dilaporkan Reuters, Rabu (10/12/2025), mengutip salah satu pejabat AS yang enggan disebutkan namanya.
“Mereka mengingkari apa yang telah kita sepakati pada bulan Juli,” ujar pejabat tersebut tanpa merinci komitmen spesifik yang dipermasalahkan.
Pada Juli lalu, kedua negara mencapai kesepakatan dagang yang disebut saling menguntungkan. Indonesia menyatakan siap menghapus tarif lebih dari 99% barang asal AS dan menghilangkan seluruh hambatan non-tarif bagi perusahaan Amerika. Sebagai imbalannya, AS akan menurunkan tarif produk Indonesia menjadi 19% dari sebelumnya 32%.
Kesepakatan tersebut diumumkan secara langsung oleh Presiden AS Donald Trump pada 15 Juli 2025. Trump menyebutnya sebagai “kemenangan besar” bagi produsen mobil, perusahaan teknologi, pekerja, petani, peternak, hingga manufaktur di AS.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan perbedaan sikap signifikan. Pejabat Indonesia yang terlibat dalam perundingan dilaporkan memberi tahu Duta Besar Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, bahwa Jakarta tidak dapat menyetujui beberapa komitmen yang mengikat dan ingin merumuskan ulang perjanjian dagang dari awal.
Pejabat AS menilai langkah tersebut justru akan menghasilkan kesepakatan yang lebih buruk bagi AS dibandingkan perjanjian terbaru yang telah dicapai dengan Malaysia dan Kamboja. Washington juga menilai Indonesia mundur dalam komitmen terkait penghapusan hambatan non-tarif untuk ekspor industri dan pertanian AS serta tindakan pada isu perdagangan digital.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut Indonesia “agak keras kepala” dalam proses perundingan, berbeda dengan Malaysia yang dianggap lebih kooperatif setelah menghapus ribuan tarif sehingga memperlancar perdagangan kedua negara.
Ketegangan ini diperkirakan dapat mempengaruhi arah hubungan dagang kedua negara dan menambah ketidakpastian bagi pelaku usaha di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah.
Baca Juga: Niat Banggakan Presiden Prabowo soal Donasi Bencana, Bobon Santoso Banjir Komentar Pedas
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
-
Penipuan Pencairan Dana Hibah SAL, BSI: Itu Hoaks
-
9 Mobil Bekas Paling Lega dan Nyaman untuk Mengantar dan Jemput Anak Sekolah
Terkini
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
BRI Peduli Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Hidrometeorologi Sumatera Barat
-
Pembentukan Paguyuban Mitra Jadi Kunci Perbaikan Hubungan OjolAplikator
-
Survei BI: Indeksi Keyakinan Konsumen Meningkat, Prospek Ekonomi Cerah?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
PGN Bawa Pasokan Gas Tembus Desa Terisolir di Perbatasan SumutAceh
-
Konflik China-Jepang Mengeras, Indonesia Terimbas Risiko Ekonomi Asia Timur
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
-
Laba IRSX Melonjak 1.776 Persen, Pendapatan Top Line Turun
-
Mobilitas Makin Praktis: QRIS Tap & myBCA Hadir di Smartphone dan Smartwatch