- Reiner Rahardja memprediksi 2026 penuh tantangan ekonomi global dan pasar keuangan akibat pergeseran kebijakan.
- Empat faktor utama pengguncang pasar mencakup politik AS, kebijakan The Fed, berakhirnya Yen Carry Trade, dan regulasi China.
- Kekhawatiran AI Bubble dapat memicu koreksi tajam pada aset spekulatif seperti Bitcoin dan emas secara signifikan.
Suara.com - Tahun 2026 diprediksi akan menjadi periode yang penuh tantangan bagi stabilitas ekonomi global dan pasar keuangan dunia. Sejumlah indikator menunjukkan adanya risiko koreksi harga yang tajam pada berbagai instrumen investasi.
Kondisi ini dipicu oleh pergeseran kebijakan moneter internasional, memanasnya tensi geopolitik, serta menipisnya likuiditas pasar.
Hal tersebut dipaparkan oleh pengusaha sekaligus mentor bisnis, Reiner Rahardja, dalam seminar bertajuk “Navigating 2026 Economic Horizon: Strategic Preview for Entrepreneurs” di Jakarta Selatan, Selasa (16/12).
Reiner menyebutkan bahwa memburuknya kondisi makro global akan memberikan dampak domino terhadap ekonomi nasional, mulai dari pelemahan nilai tukar rupiah hingga ketatnya arus kas di sektor UMKM.
Empat Faktor Pengguncang Pasar Global
Menurut analisis Reiner, setidaknya ada empat faktor besar yang akan mengguncang instrumen investasi seperti emas, Bitcoin, dan pasar finansial dalam 10 hingga 12 bulan ke depan:
Agenda Politik & Olahraga Global: Pengaruh dari mid-term election di Amerika Serikat serta gelaran Piala Dunia 2026.
Kebijakan The Fed: Arah kebijakan baru dari kabinet bank sentral AS yang masih menjadi teka-teki bagi investor.
Berakhirnya Era Yen Carry Trade: Potensi kenaikan suku bunga di Jepang (Japan Rate Hike) diprediksi akan menarik kembali likuiditas global ke negara asalnya.
Baca Juga: Ikuti Jejak Rupiah, IHSG Meloyo Hari ini Balik ke Level 8.600
Regulasi Ketat China: Penegasan larangan aktivitas kripto, terutama stablecoin, oleh China karena dianggap mengancam stabilitas ekonomi domestik mereka.
AI Bubble dan Risiko Aset Spekulatif
Reiner juga menyoroti kekhawatiran mengenai "AI Bubble". Isu ini muncul karena model bisnis kecerdasan buatan dinilai belum terbukti mampu menghasilkan arus kas berkelanjutan secara konsisten. Meskipun biaya pengembangannya sangat tinggi, penggunaan AI di masyarakat dan institusi dianggap masih dalam tahap awal (primitif).
Kondisi ini diperkirakan akan memicu fase koreksi besar-besaran. Emas diprediksi akan terkoreksi signifikan, diikuti oleh logam mulia lainnya. Indeks saham global pun berisiko merosot, yang kemudian dapat memicu kejatuhan lebih dalam pada aset spekulatif seperti Bitcoin.
"Aset spekulatif seperti Bitcoin tidak memiliki routine earning dan cenderung berbasis perasaan (feeling). Jika terjadi aksi jual institusional secara masif di pasar yang sedang bearish, efek spiral ke bawah tidak akan terhindarkan," jelas Reiner.
Dalam menghadapi situasi ini, Reiner menyarankan para investor untuk menghindari pendekatan spekulatif dan tidak terburu-buru mengambil posisi investasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina
-
ESDM Mulai Pasok 16.000 LPG 3 Kg ke Banda Aceh