Suara.com - Kelainan irama jantung atau fibrilasi atrium (FA) merupakan kondisi yang masih awam bagi masyarakat. Padahal, kondisi yang ditandai dengan detak jantung tak teratur ini bisa berujung pada stroke yang menimbulkan kecacatan.
"Ketika manifestasi aliran darah tidak berjalan baik karena gangguan irama jantung, maka mengakibatkan gumpalan darah yang bisa lepas dan menyebabkan stroke," ujar dr. Antono Sutandar, SpJP(K), Wakil Chairman Siloam Heart Institute (SHI) pada temu media di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Selasa (17/1/2017).
Salah satu gejala FA yang paling mudah dikenali, kata dia, adalah detak jantung yang tidak teratur. Detak jantung ini bisa cepat, lambat, atau kombinasi cepat dan lambat.
"Jika AF itu cepat dapat disertai dengan keluhan gagal jantung, seperti sesak napas dan cepat lelah. Jika lambat disertai dengan keluhan seperti mau pingsan dan kehilangan kesadaran sementara," tambah Antono.
Penyebab kelainan irama jantung sendiri dapat berupa kelainan tiroid, kelainan atrium yang membesar akibat hipertensi, kelainan katup jantung, atau jantung yang lemah dan sebagian kecil disebabkan oleh kelainan genetik,” ujar dia.
Lebih lanjut Antono menambahkan, prevalensi pasien gangguan irama jantung semakin meningkat seiring bertambahnya usia seperti usia di atas 75-80 tahun dengan prevalensi 10-15 persen.
Risiko stroke, tambah dia, akan meningkat jika penderita ada keluhan gagal jantung, hipertensi, diabetes, berusia lanjut di atas 75 tahun; memiliki sejarah stroke sebelumnya, dan ada penyempitan pembuluh darah otak, jantung, atau kaki.
Pencegahan stroke bisa dilakukan dengan pemberian obat pengencer darah. Obat pengencer darah dibagi menjadi dua yaitu antiplatelet dan anticoagulant. Bagi penderita AF, menurut Antono, anticoagulant lebih efektif untuk mencegah stroke.
Keputusan untuk menggunakan anticoagulant berdasarkan pertimbangan antara risiko dan keuntungannya. Keuntungannya, menurut Antono, menurunkan stroke sebanyak 60-70 persen, sedangkan risikonya perdarahan sebesar 3-5 persen per tahun.
"Bagi penderita yang mengalami kontraindikasi atau tidak tahan terhadap anticoagulant, terdapat pilihan lain yaitu dengan menutup kuping kamar atas jantung dan pemberian obat antiplatelet dengan risiko perdarahan yang lebih kecil," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan