Suara.com - Kebanyakan ibu di Indonesia akan merasa bangga bila memiliki bayi bertubuh gemuk atau gendut karena dianggap sangat sehat, lucu dan menggemaskan.
Padahal, kondisi kelebihan berat badan, berarti terjadi penumpukan lemak sehingga memiliki risiko penyakit tidak menular (PTM). Perlu adanya perubahan pemahaman di masyarakat bahwa anak yang gemuk belum tentu sehat.
“Dahulu, masyarakat bangga punya anak gemuk, pipinya montok. Tapi saat anaknya sudah besar malu ingin kurus, tapi susah," ujar Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Ir Doddy Izwardi, MA pada temu media di Jakarta, Senin (30/1/2017).
Ia menambahkan, secara umum obesitas disebabkan oleh tiga faktor, antara lain faktor perilaku, lingkungan, dan genetik. Faktor genetik, kata Doddy, sebenarnya hanya menyumbang 10-30% kasus obesitas, sementara faktor perilaku dan lingkungan dapat mempengaruhi sebanyak 70%.
Beberapa penelitian menyatakan, perkembangan teknologi yang pesat juga berkontribusi pada peningkatan prevalensi kegemukan, sehingga tanpa disadari, teknologi menggiring kita untuk bergaya hidup 'diam' diantaranya kurang beraktivitas fisik, konsumsi makanan instan dan kurang mengonsumsi buah dan sayur.
Ditambahkan Doddy, status ekonomi masyarakat bukan merupakan pengaruh utama terhadap terjadinya obesitas pada anak. Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas pada anak, yaitu pola asuh orang tua terutama pola pemberian makan.
"Mulai dari rendahnya ASI Eksklusif karena tergoda memberikan susu formula yang tinggi lemak dan mengandung gula, sampai pada pemberian makanan rendah protein namun tinggi gula, garam, dan lemak salah satunya adalah makanan instan," tambah dia.
Berdasarkan laporan gizi global atau Global Nutrition Report (2014), Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang memiliki 3 permasalahan gizi sekaligus, yaitu stunting (pendek), wasting (kurus) dan juga overweight (obesitas).
Sedangkan data riset kesehatan dasar 2013 menyebutkan bahwa prevalensi balita gemuk menurut BB/TB pada anak usia 0-59 bulan sebesar 11,8% sedangkan data survei pemantauan status gizi 2015, menyatakan bahwa prevalensi balita gemuk menurut BB/TB usia 0-59 bulan sebesar 5,3%.
Baca Juga: Ini Foto-foto Lamaran Laudya Bella-Afif Kalla
“Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami masalah gizi balita gemuk. Karena menurut WHO 2010, suatu negara dikatakan bukan masalah bila indikator balita gemuk berada di bawah 5%”, terang Doddy.
Dia juga menyarankan, agar penggunaan bahasa yang tepat perlu dilakukan saat pengukuran untuk pemantauan pertumbuhan anak di Posyandu dan Puskesmas.
“Biasanya, sering digunakan istilah sangat sehat bagi anak yang gemuk sekali, ini harus diperbaiki. Obesitas pada anak perlu diperhatikan. Jangan sampai kesenangan kita sebagai orang tua justru akan merugikan bayi atau Balita kita di masa mendatang”, pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 - 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
 - 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
 
Pilihan
- 
            
              Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
 - 
            
              Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
 - 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 
Terkini
- 
            
              Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
 - 
            
              Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
 - 
            
              Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
 - 
            
              Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
 - 
            
              Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
 - 
            
              Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
 - 
            
              Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
 - 
            
              Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
 - 
            
              Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
 - 
            
              Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara