Suara.com - Menurut sebuah studi baru-baru ini, tingkat bunuh diri pasien dengan autisme telah mencapai tingkat yang 'mengkhawatirkan`. Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Lancet Psychiatry.
Para periset dari Universitas Coventry and Newcastle mengatakan bahwa isu tersebut masih kurang dipahami dan sebuah tindakan sangat dibutuhkan untuk membantu mereka yang berisiko.
Sarah Cassidy dari Universitas Coventry mengutip sebuah studi klinis yang dipimpinnya pada 2014, yang diterbitkan di Lancet Psychiatry menyebutkan, bahwa 66 persen orang dewasa yang baru didiagnosis dengan Asperger Syndrome (AS) telah berpikir atau mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Dalam studi yang sama -- yang merupakan penelitian klinis terbaru mengenai bunuh diri, 35 persen dari 365 responden yang baru didiagnosis AS mengatakan telah merencanakan atau mencoba untuk mengakhiri hidupnya, dimana 31 persennya melaporkan bahwa mereka mengalami depresi.
Sebuah studi populasi pada 2016 di Swedia juga menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah penyebab utama kematian dini pada orang dengan gangguan spektrum autisme.
"Relatif sedikit yang kita ketahui tentang bunuh diri pada penderita autisme. Hal itu menunjukkan prevalensi orang yang sangat memprihatinkan, merenungkan dan mencoba untuk mengambil nyawanya sendiri. Memang ada kekurangan serius dalam persiapan kita untuk melakukan intervensi dan memberikan dukungan efektif kepada orang-orang dengan autisme yang paling berisiko mati, karena bunuh diri," ucap Dr. Cassidy dilansir Zeenews.
Penulis lain yaitu Dr Jacqui Rodgers dari Newcastle University Institute of Neuroscience mengatakan kasus ini sangat penting untuk dicari solusinya.
"Untuk pertama kalinya para periset dan dokter dari bidang autisme dan penelitian bunuh diri akan berkumpul, bersama anggota komunitas autisme dan mereka yang kehilangan (anggota keluarga yang menderita autisme-red), akibat bunuh diri, untuk belajar dari satu sama lain dan mengidentifikasi prioritas klinis dan penelitian untuk mengatasi masalah mendesak ini," tegasnya.
Untuk kali pertama Universitas Coventry and Newcastle akan menjalankan KTT bertaraf internasional, yang mengangkat isu bunuh diri di kalangan autisme. Tujuannya untuk mengembangkan rekomendasi perubahan dalam kebijakan dan praktik pemerintah yang dapat dilaksanakan dengan cepat. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi kasus bunuh diri di kalangan penderita autis, dan memutuskan prioritas untuk penelitian masa depan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
-
Profil Victor Hartono: Pewaris Djarum, Dicekal Negara Diduga Kasus Pajak
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
Terkini
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining