Suara.com - KPPPA ikut menyoroti perkembangan jaringan terorisme saat ini menjadikan perempuan dan anak sebagai sasaran untuk dilibatkan dalam sejumlah aksi terorisme.
Tindak pidana terorisme dan radikalisme merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Sebab kejahatan atas pelanggaran kemanusiaan itu dampaknya begitu luas di masyarakat yang menyebabkan ketakutan, ancaman, ketidaknyamanan, ketidaktentraman, penderitaan fisik, psikis, bahkan kematian.
“Perempuan terutama anak-anak menjadi kelompok rentan yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan dianggap mudah untuk ditanamkan paham radikalisme," ujar Hasan, Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi KPPPA, dalam acara Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Khusus Anak Korban Jaringan Terorisme.
Ia menambahkan, modus terorisme yang terus berkembang di Indonesia mengharuskan pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat terlibat aktif dalam upaya pencegahan anak terlibat dalam jaringan terorisme.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanahkan 15 kategori anak yang harus diberikan perlindungan khusus oleh negara, salah satunya yaitu anak korban jaringan terorisme.
Anak korban jaringan terorisme perlu mendapatkan perlindungan khusus yang dilakukan melalui upaya:
(1) Edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme;
(2) Konseling tentang bahaya terorisme;
(3) Rehabilitasi sosial; dan (4) Pendampingan sosial.
Baca Juga: Usai Pesta Sabu, Kakak Beradik Sekongkol Bunuh Sopir Taksi Online
Lebih jauh Hasan menuturkan perlindungan anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme ditujukan kepada empat kategori berikut, diantaranya:
1. Anak korban, yaitu anak yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi sebagai akibat dari terpengaruh radikalisme dan tindak pidana terorisme.
2. Anak pelaku, yaitu anak yang diduga telah terpengaruh radikalisme dan melakukan tindak pidana terorisme.
3. Anak dari pelaku, yaitu anak dari orang tuanya yang melakukan tindak pidana terorisme.
4. Anak saksi, yaitu anak yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan sidang pengadilan tentang tindak pidana terorisme yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan atau alami sendiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas
-
Bukan Hanya Estetika: Ini Terobosan Stem Cell Terkini yang Dikembangkan Ilmuwan Indonesia
-
Kolesterol Jahat Masih Tinggi, 80 Persen Pasien Jantung Gagal Capai Target LDL-C
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?