Suara.com - Anak yang Suka Dipukul Orangtua Cenderung Jadi Antisosial saat Dewasa.
Anda para orangtua, hindari kebiasaan menampar atau memukul anak ketika mereka berbuat kesalahan. Pasalnya studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Network Open ini menunjukkan bahwa anak-anak lebih mungkin menjadi antisosial jika mereka sering ditegur dengan pukulan atau hukuman fisik lainnya.
"Hukuman fisik yang kasar didefinisikan dalam penelitian ini sebagai orangtua atau orang dewasa yang suka memukul, mendorong, atau menampar anak. Kami menemukan efeknya terhadap perilaku anak ketika dewasa," bunyi penelitian tersebut.
Untuk mengarah pada temuan ini, peneliti menganalisis data yang dikumpulkan dari 36.309 orang dewasa AS antara April 2012 hingga Juni 2013. Dari total tersebut? 15.862 diantaranya adalah laki-laki dan 20.447 adalah kaum hawa. Para peserta juga ditanya apakah mereka permah mengalami hukuman fisik yang keras atau penganiayaan di masa kecil.
Peneliti juga menganalisis responden tentang apakah mereka menunjukkan tanda-tanda gangguan kepribadian antisosial, seperti gagal menyesuaikan diri dengan norma sosial; berbohong berulang kali; menyesatkan orang lain untuk kesenangan; tidak dapat merencanakan ke depan; bertindak impulsif; agresi berulang yang mengakibatkan perkelahian fisik; dan mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Baik lelaki maupun perempuan yang mendapat hukuman fisik ketika kecil lebih cenderung bertindak antisosial daripada mereka yang tidak. Penelitian sebelumnya yang dikutip oleh tim juga menunjukkan bahwa anak-anak yang dipukul atau dipaksa makan sabun atau saus pedas sebagai hukuman lebih mungkin untuk memukul anggota yang bukan keluarga, melakukan serangan fisik, atau mencuri uang ketika mereka dewasa.
Pada bulan Desember 2018, American Academy of Pediatrics menyatakan upaya pendisiplinan yang melibatkan hukuman fisik termasuk berteriak atau mempermalukan anak-anak, hanya efektif dalam jangka pendek. Mereka memperingatkan praktik-praktik semacam itu justru dapat meningkatkan risiko negatif untuk anak-anak di masa mendatang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
Terkini
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia