Suara.com - Mengambil Cuti Ternyata Sangat Penting untuk Kesehatan Mental
Menjadi pekerja keras sah-sah saja dilakukan asal diimbangi dengan waktu beristirahat yang cukup. Namun faktanya banyak orang yang bekerja siang malam bahkan di waktu libur sekalipun demi mengejar karir dan mengabaikan pentingnya mengambil libur.
Ya disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI, dr. Fidiansjah, SpKJ, anggapan bahwa 'workaholic' atau gila kerja adalah sebuah prestasi yang salah kaprah.
Menurut dia, justru orang yang terlalu gila bekerja dapat membahayakan dirinya sendiri.
Di negara maju, dr Fidi mencontohkan, pekerja yang tidak mengambil cuti justru akan mendapatkan hukuman. Sebaliknya pekerja yang mengambil libur cuti justru diberi tunjangan.
"Karena cuti itu merupakan cara perusahaan memberi waktu bagi karyawan menikmati hasil jerih payahnya. Cuti kan artinya libur kerja jadi ya manfaatkan untuk istirahat, atau liburan.
Cuti adalah hak pekerja yang wajib diberikan perusahaan," ujar dr Fidi di sela-sela Kunjungan Lapangan Tematik di Rumah Berdaya, Bali, Rabu (24/4/2019).
Cuti, kata dr Fidi bisa membantu menjernihkan pikiran dan membuat tubuh menjadi lebih bugar sehingga pekerja bisa kembali produktif saat kembali masuk. Selain memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat, cuti kata dr Fidi juga bisa menjadi cara untuk mengalihkan delegasi pekerjaan ke rekan kerja lainnya.
"Dampak lain tidak ada pekerjaan yang hanya dikelola satu orang. Kalau nggak mau cuti maka akan macet sebuah siklus karena cuti adalah proses untuk pengalihan delegasi. Ketika kita cuti maka pekerjaan akan diberikan ke orang lain. Rekan kerja kita harus tahu bagaimana siklus bisa tetap berjalan meski kita cuti," imbuhnya.
Baca Juga: Jangan Khawatir, Caleg Stres Kalah Pemilu Bisa Berobat Pakai BPJS
Dr Fidi mengatakan seseorang yang terlalu gila bekerja juga berisiko untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis seperti bunuh diri. Itu sebabnya Ia mengimbau agar masyarakat menjalani hidup dengan seimbang dan mengetahui batas kemampuannya.
"Kalau workaholic kan pikirannya hanya terpusat di pekerjaan. Ketika stres bekerja dan dia nggak punya teman untuk merilis stres atau kehidupan lainnya di luar pekerjaan, maka bisa jadi dia mencari jalan keluar yang instan salah satunya dengan bunuh diri," tandasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa