Suara.com - World Health Organization (WHO) pada 2017 menyatakan bahwa gangguan depresi kini menduduki peringkat keempat penyakit yang paling banyak diidap di dunia. Sekitar 300 juta dari total populasi dunia menderita depresi.
Meski demikian, tingginya angka prevalensi gangguan depresi tidak diikuti dengan meningkatnya pemahaman mengenai gangguan ini di dalam masyarakat. Banyak masyarakat masih menganggap depresi sebagai aib.
Padahal, menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr. Eka Viora, SpKJ, orang dengan gangguan depresi bisa pulih sepenuhnya, apalagi jika terdeteksi lebih awal.
"Depresi Iebih sering dilihat sebagai aib daripada penyakit karena berkenaan dengan kesehatan mental, bukan fisik. Stigma inilah yang menghambat orang dengan depresi mendapatkan pengobatan yang tepat," ujar dr Eka Viora dalam temu media dihelat Lundbeck di Jakarta, Sabtu (22/6/2019).
Dr Eka Viora menjelaskan bahwa depresi merupakan kondisi medis yang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis gejala, antara lain terkait suasana hati, minat yang rendah, kecemasan, motivasi yang rendah, gejala kognitif seperti pelupa, dan gejala fisik meliputi nyeri, gangguan tidur hingga gangguan nafsu makan.
"Meskipun manifestasi utama dari gangguan ini berupa suasana hati yang buruk dan perasaan sedih, penting untuk mengingat bahwa gejala-gejala kognitif dan fisik bisa berkontribusi terhadap gangguan fungsi pada pasien dan memengaruhi kualitas hidup mereka," imbuhnya.
Jika tak tertangani, depresi bisa memunculkan pikiran bunuh diri hingga tindakan bunuh diri itu sendiri pada penderitanya. Padahal jika dideteksi dini dan mendapat perawatan yang tepat, pengidap depresi dapat meningkatkan remisi, menghindari terjadinya kekambuhan, mengurangi beban emosi dan beban keuangan yang timbul oleh gejalanya.
Salah satu manajemen pengobatan depresi adalah pemberian obat antidepresan. Namun ada beberapa anggapan bahwa antidepresan tidak membawa manfaat bagi pasien dan memiliki banyak efek samping.
Namun menurut Prof Vladimir Maletic MD, seorang profesor klinis neuropsikiatri di Fakultas Kedokteran, University of South Carolina, Amerika Serikat menjelaskan bahwa antidepresan telah mengalami perubahan evolusi selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Disayangkan, Tinjauan Ulang Penalti Lima Detik untuk Vettel Ditolak
Saat ini, kata dia, sudah dikembangkan antidepresan baru seperti Vortioxetine yang tidak hanya memperbaiki gejala-gejala terkait suasana hati, namun mengatasi gejala-gejala kognitif sehingga membantu pasien mencapai pemulihan fungsional.
"Hal yang lebih penting lagi adalah Vortioxetine juga dilaporkan memiliki efek samping yang Iebih minimal," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
Terkini
-
K-Pilates Hadir di Jakarta: Saat Kebugaran, Kecantikan, dan Wellness Jadi Satu
-
Plak, Gusi Berdarah, Gigi Berlubang: Masalah Sehari-Hari yang Jadi Ancaman Nasional?
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru